Hikayat Dunia

Kita hanya pengumpul remah-remah | Dari khazanah yang pernah ada | Kita tak lebih hanya penjaga | Dari warisan yang telah terkecai ||

Pontianak Singgah Palembang

Daripada terus berpusing-pusing di atas Negeri Pontianak, yang itu tentu akan menghabiskan bahan bakar, maka lebih baik pesawat singgah dahulu ke bandar udara terdekat. Sesuai pemberitahuan dari awak pesawat, bandar udara terdekat adalah Bandar Udara Sultan Mahmud Badaruddin II, Negeri Palembang.

Mudék ke Ulu

Pasangan dari kate “ulu” ielah “mudék”. Kate “mudék” beakar kate dari kate “udék”. Udék bemakne "sungai yang sebelah atas (arah dekat sumber)", "daerah di ulu sungai", juga’ bemakne "kampong halaman (tempat beasal-muasal)".

Soal Nama Negeri Kita

Belakangan ini kiranya ramai yang berpendapat ini dan itu mengenai asal usul dan makna nama "pontianak" kaitannya dengan Negeri Pontianak. Tapi apakah semua yang didedahkan itu betul-betul dipahami oleh masyarakat Pontianak?

Kampong Timbalan Raje Beserta Para Pemukanya [Bagian-3]

Selain banyak menguasai berbagai bidang keilmuan, beliau juga banyak memegang peran dalam kehidupan kemasyarakatan. H.M. Kasim Mohan yang merupakan anak sulong (tertua) dari pasangan Muhammad Buraa'i dan Ruqayyah ini merupakan seorang Pejuang di masanya.

Musik Motivasi Setahun Silam

“Satu Kursi untuk Seniman”, begitu tagline kampanyenya. Tekadnya untuk memajukan Kalbar lewat industri kreatif tentu patut diapresiasi. Melalui industri kreatif diharapkannya dapat menjadi jembatan menjulangkan budaya yang memayungi Kalimantan Barat.

Sultan Pontianak; Umara' dan 'Ulama

Kegemilangan Negeri Pontianak salah satunya diasbabkan kepemimpinan para Sultan-nya yang arif dan bijaksana. Sultan-Sultan Pontianak selama masa bertahtanya rata-rata memiliki dua peranan, yaitu berperan sebagai umara', sekaligus berperan sebagai 'ulama.

Puisi Buya Hamka untuk Muhammad Natsir

Kepada Saudaraku M. Natsir | Meskipun bersilang keris di leher | Berkilat pedang di hadapan matamu | Namun yang benar kau sebut juga benar ||

Selasa, 30 Juli 2013

Kampong Timbalan Raje beserta Para Pemukanya [Bagian-3]


20) Al-Ustadz Mahmud Syafhan (Mahmud bin Muhammad Syafi'i bin Haji Adnan bin Haji Ahmad bin Haji Abu Na’im bin Nakhode Tanggok), adalah 'Ulama/Pendakwah/Da'i yang masyhur di masanya. Beliau merupakan seorang ahli ilmu Fiqh, pakar dalam ihwal Faraidh, serta juga mengkhidmatkan diri sebagai Penghulu.


21) Adik dari Al-Ustadz Mahmud Syafhan yaitu Al-Ustadz 'Abdurrazak Syafhan ('Abdurrazak bin Muhammad Syafi'i bin Haji Adnan bin Haji Ahmad bin Haji Abu Na’im bin Nakhode Tanggok) juga merupakan seorang Pendakwah/Da'i.


22) Al-Ustadz Haji Muhammad Kasim Mohan (Haji Muhammad Qasim bin Haji Muhammad Buraa'i bin Haji Adnan bin Haji Ahmad bin Haji Abu Na’im bin Nakhode Tanggok) adalah seorang multitalenta, banyak bidang keilmuan yang dikuasainya. Selain banyak menguasai berbagai bidang keilmuan, beliau juga banyak memegang peran dalam kehidupan kemasyarakatan. H.M. Kasim Mohan yang merupakan anak sulong (tertua) dari pasangan Muhammad Buraa'i dan Ruqayyah ini merupakan seorang Pejuang di masanya. Di masa mudanya beliau juga menggeluti Musik, Pemimpin Orkes, banyak alat musik yang bisa dimainkannya, serta suaranya juga merdu ketika bernyanyi. Beliau juga merupakan seorang Ahli/Pendekar Beladiri Silat Melayu dan Guru Beladiri Silat Melayu, mewarisi keahlian ayahandanya.

Sebagai Pemuka Masyarakat, H.M. Kasim Mohan pernah beberapa periode mengemban amanah sebagai Penggawe/Kepala' Kampong Tambelan Sampit. H.M. Kasim Mohan juga merupakan seorang Budayawan Melayu, Penggiat Seni Zikir Hadrah, Penjaga Adat Resam Budaya Melayu Pontianak. Sebagai 'Ulama, banyak bidang keilmuan yang dikuasai oleh H.M. Kasim Mohan, antara lain: Tarikhul Islam/Sejarah Islam, Al-Quran, dan Hadits. Di masa-masa tuanya, Al-Ustadz. H.M. Kasim Mohan lebih banyak mengkhidmatkan dirinya pada bidang kemasyarakatan, kebudayaan, dan keagamaan.


23) Al-Ustadz Haji Muhammad Yusuf Mohan (Haji Muhammad Yusuf bin Haji Muhammad Buraa'i bin Haji Adnan bin Haji Ahmad bin Haji Abu Na’im bin Nakhode Tanggok), merupakan sosok 'ulama pendakwah yang "berani". Bagi beliau, tak ada gentarnya dalam hal mensyi'arkan mengenai yang haq, walaupun mesti berhadapan dengan Rezim Penguasa. H.M. Yusuf Mohan merupakan anak ke-dua dari pasangan Haji Muhammad Buraa'i bin Haji Adnan dan Ruqayyah binti Haji 'Abdurrahman.

Berbeda dengan adik-beradiknya yang bermukim di Kampong Tambelan (Kampong Timbalan Raje), Pontianak Timur, maka H.M. Yusuf Mohan bermukim di Sungai Jawi Luar/Jeruju, Pontianak Barat. Beliau dikenal sebagai 'ulama, guru, pendakwah/da'i, penghulu, dan pemuka masyarakat. Ramai murid-muridnya yang tersebar se-Borneo Barat. Hingga akhir hayatnya, Beliau mengkhidmatkan dirinya mendidik ummat, yaitu berpusat di Masjid Sirajul Munir, Sungai Jawi Luar, Pontianak Barat.


24) Selanjutnya yaitu mengenai anak ke-tiga pasangan Haji Muhammad Buraa'i dan Ruqayyah, yaitu Muhammad Husin Mohan (Muhammad Husain bin Haji Muhammad Buraa'i bin Haji Adnan bin Haji Ahmad bin Haji Abu Na’im bin Nakhode Tanggok). Tidak seperti saudara-saudaranya yang lain, M. Husin Mohan di masa tuanya lebih banyak mengkhidmatkan diri pada bidang pertabiban, keagamaan, dan kemasyarakatan (terutama sekali bidang pertabiban/pengobatan). Ramai juga yang sembuh lewat perantaraan bantuan beliau yang piawai mengobati beberapa penyakit yang sulit disembuhkan dengan metode medis (kedokteran secara umumnya), seperti penyakit ulor-ulor (hernia).

Yang saya ingat, M. Husin Mohan juga merupakan seorang pengamal Thariqat, begitu sering saya lihat beliau berzikir dan bertasbih, baik di kala lapang, maupun di kala sempit. Beliau adalah seorang yang sederhana. Ketabahan, kesabaran, dan keikhlasannya begitu luar biasa. Dalam hal ini, beliau mengungguli saudara-saudaranya yang lain


25) Selain Muhammad Husin Mohan, anak ke-empat pasangan Haji Muhammad Buraa'i dan Ruqayyah yang bernama Zaidah Mohan juga berkhidmat pada bidang pertabiban. Zaidah Mohan (Zaidah binti Haji Muhammad Buraa'i bin Haji Adnan bin Haji Ahmad bin Haji Abu Na’im bin Nakhode Tanggok) pada masanya dikenal sebagai Dukon Beranak, pakar pengobatan (tabib), dan ahli obat-obatan tradisional Melayu. Sangat sedikit orang yang bisa menguasai bidang-bidang pertabiban (pengobatan) sekompleks yang dikuasai oleh Zaidah Mohan. Beliau merupakan perempuan yang kreatif (mungkin bisa dikatakan bahwa beliau merupakan perempuan terkreatif di masanya dan di lingkungannya). Di dalam keluarga besar kami, Zaidah Mohan merupakan figur yang bisa mempersatukan keluarga besar kami. Beliau disegani dan dihormati karena ke’arifan dan ketegasannya.


26) Selanjutnya mengenai anak ke-lima pasangan Haji Muhammad Buraa'i dan Ruqayyah binti Haji ‘Abdurrahman yang bernama 'Abdusy Syukur Mohan, ayahanda saya sekaligus guru saya.

Al-Ustadz 'Abdusy Syukur Mohan ('Abdusy Syukur bin Haji Muhammad Buraa'i bin Haji Adnan bin Haji Ahmad bin Haji Abu Na’im bin Nakhode Tanggok), beliau merupakan 'ulama yang menguasai berbagai bidang ilmu. Karena kedalaman ilmu dan wawasannya yang luas, beliau selalu dimintakan pandangannya mengenai berbagai hal. Ustadz 'Abdusy Syukur Mohan menjadi tempat bertanya bagi masyarakatnya, murid-muridnya, dan juga 'alim-'ulama semasanya.

Selain sebagai 'ulama, Ustadz 'Abdusy Syukur Mohan juga mengkhidmatkan diri pada beberapa bidang pertabiban (sebagai tabib) dengan metode “pinggan rajah”. Beliau juga merupakan seorang Qari' yang bersuara merdu nan indah ketika melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran. Beliau adalah figur ‘ulama yang sederhana kehidupannya, tegar akan cabaran kehidupan, dan tegas menegakkan yang haq.

Ustadz 'Abdusy Syukur Mohan adalah figur 'ulama yang tak pernah gentar hadapi hidup, tegakkan yang haq walau dunia mencercanya. Beliau tegas dengan pendirian dan prinsipnya, idealis, rasionalis, anti kekerasan, lebih mengutamakan kepentingan orang banyak.

Beliau yang idealis ini hingga akhir hayatnya tak ada satu pihakpun yang bisa menggoyahkan pendirian dan prinsip hidupnya. Isterinya Ustadz ‘Abdusy Syukur Mohan adalah adik sepupunya yang bernama Aminah binti Harun (puteri dari Al-Ustadz Harun bin Haji 'Abdurrahman bin Haji 'Abdul Qadir bin Haji ‘Abdul Mannan).


27) Selanjutnya mengenai "Mohan Bersaudara" yang terakhir, yaitu Al-Ustadz Haji Muhammad Yunus Mohan (Haji Muhammad Yunus bin Haji Muhammad Buraa'i bin Haji Adnan bin Haji Ahmad bin Haji Abu Na’im bin Nakhode Tanggok). Beliau bukanlah anak bungsu dari pasangan Muhammad Buraa'i bin Haji Adnan dan Ruqayyah binti Haji ‘Abdurrahman, melainkan Ustadz Haji Muhammad Yunus Mohan adalah anak terakhir setelah anak ke-lima yang hidup hingga masa tuanya, sedangkan "saudara-saudaranya yang lain setelah anak ke-lima" meninggal dunia ketika masih kecil.

Ustadz H.M. Yunus Mohan adalah figur yang tak pernah lelah menuntut ilmu, dan tak pernah lelah mendidik masyarakat melalui dakwahnya. Berawal dari mengajar anak-anak Kampong Tambelan mengaji di rumahnya bersama-sama dengan isterinya sebagai Guru Ngaji.

Semakin hari lama-kelamaan murid mengajinya semakin ramai, sehingga sudah tak tertampung dan tak tertangani lagi. Sedangkan rumahnya sangatlah terbatas dan tenaga yang mengajar mengajinya pun hanya beliau bersama-sama dengan isterinya saja.

Karena antusiasnya masyarakat untuk mendidik anak-anaknya dengan pengetahuan yang berlandaskan Islam, maka muncullah inisiatif untuk mendirikan Madrasah. Para 'Ulama dan Pemuka Masyarakat Kampong Tambelan pun kemudian berpakat untuk mendirikan Madrasah, Ustadz Haji Muhammad Yunus Mohan diamanahkan memimpinnya. Madrasah yang dimaksud dinamai "Madrasah Haruniyah"/”Pondok Pengajian Agama Islam Haruniyah”, diambil dari nama seorang ‘Ulama Kampong Tambelan, yaitu Al-Ustadz Harun bin Haji ‘Abdurrahman (yang tak lain merupakan Pak Muda/Paman dari Ustadz H.M. Yunus Mohan, atau saudara dari ibunya Ustadz H.M. Yunus Mohan). Untuk pembinaan yang lebih maksimal, maka dibentuklah suatu yayasan yang bernama "Yayasan Pesantren Haruniyah" yang diketuai oleh Al-Ustadz Haji Muhammad Yunus Mohan.

Di awal-awal berdirinya, Yayasan Pesantren Haruniyah membina Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA), kemudian bertambah lagi dengan Madrasah Diniyah Wustha. Beberapa tahun kemudian bertambah lagi dengan didirikannya Sekolah Menengah Pertama (SMP). Berturut-turut kemudian bertambah lagi dengan Taman Pendidikan Al-Quran (TPA), Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Menangah Atas (SMA), Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT), dan Pondok Pesantren.

Di masa-masa tuanya, Ustadz H.M. Yunus Mohan lebih banyak mengkhidmatkan dirinya pada bidang dakwah, pendidikan, membina majelis shalawat dalailul khairat, dan sebagai penghulu. [~bersambung~]


*** Tulisan ini merupakan kelanjutan dari tulisan sebelumnya yang berjudul:
1- "Kampong Timbalan Raje beserta Para Pemukanya [Bagian-1]"
2- "Kampong Timbalan Raje beserta Para Pemukanya [Bagian-2]"


- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Hanafi Mohan
Tanah Betawi, Medio Mei – Akhir Juli 2013
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -


Dihimpun dari berbagai sumber lisan, dan rata-rata penulis memang pernah berjumpa dengan tokoh-tokoh yang dimaksud.


Sumber foto/gambar ilustrasi: http://www.panoramio.com/, by: @ezakkacax


Tulisan ini dimuat di: Laman Blog "Arus Deras"

Minggu, 28 Juli 2013

Kampong Timbalan Raje beserta Para Pemukanya [Bagian-2]


6) Muhammad ‘Umar bin Encik Harun bin Malim Bungsu. Ibunya bernama Ruqayyah binti Haji 'Abdul Qadir bin Haji 'Abdul Ghani bin Wan Muhammad Daram bin Encik Wan Mat Thalib bin Encik Wan Jermat bin ‘Umar (Megat Laksemane) bin 'Utsman (Datok Kaye Megat Patan Pahang) bin Tuan Kadi Haji Ahmad. Beliau merupakan seorang Nakhoda Pelayaran dan juga Pakar Pengobatan Tradisional (Tabib). Beliau juga menguasai banyak bidang ilmu, terutama sekali ilmu Tawhid dan Tasawwuf. Beliau mempraktikkan pelayaran dan pengobatan yaitu hasil daripada usaha yang gigih melalui pengembaraan ke berbagai Negeri di Dunia Melayu/Kepulauan Melayu ini. Muhammad Umar bin Encik Harun menghasilkan beberapa karya berupa Syair, Kitab Pengobatan/Pertabiban, dan juga Jurnal Pelayaran.

Muhammad Umar bin Encik Harun lahir di Kampong Tambelan, Pontianak, pada malam Khamis 3 Jumadil Awwal 1275 H/9 Desember 1858 M. Wafat pada usia 73 tahun pada malam Ahad, jam 12.00 lebih sedikit, 28 Shafar 1348 H/4 Agustus 1929 M. Mendapat pendidikan ‘azaz daripada lingkungan keluarga sendiri di Kampong Tambelan, Pontianak. Selain itu, Muhammad Umar bin Encik Harun juga belajar daripada beberapa orang ‘ulama yang datang ke Pontianak pada zaman itu.

Ulama Bangsa 'Arab pada zaman itu sangat ramai, di antara mereka ialah Sayyid Shalih az-Zawawi dan anaknya, Sayyid 'Abdullah az-Zawawi. Muhammad 'Umar bin Encik Harun sempat belajar dengan kedua-dua 'ulama 'Arab itu. Selain itu, para 'ulama di Negeri Pontianak juga ada yang datang dari Negeri Banjar, Bugis, Negeri Patani, Negeri Kelantan, Negeri Terengganu, dan tempat-tempat lainnya.

Karya-karya Muhammad ‘Umar bin Encik Harun bin Malim Bungsu:

I- "Jurnal Pelayaran dan Petua Melayu", diselesaikan antara tahun 1291 H/1874 M hingga 1293 H/1876 M. Antara topik penting yang ditulisnya yaitu: [1] Perkara Jurnal Pelayaran dari Pontianak Mau Pergi di Tanah Jawa Dan Kotaringin. [2] Perkara Jurnal Pelayaran dari Kuala Sambas Mau Pergi Singapura Hendak Tahu Duduknya Pulau-Pulau di Sebelah Barat Adanya. [3] Perkara Jurnal Menyusul dari Tanah Jawa Sampai di Tanah Barat Maka Tersebut Satu-Satu Pelayaran Adanya. Selanjutnya tentang pelayaran dinyatakan juga ukuran-ukuran perahu, serta mengenai pelangkahan.

II- "Syair Negeri Tambelan", selesai penulisan tercatat pada halaman akhir: Tamatlah syair hari Ahad, bulan Muharam tahun lebih empat" (menurut Wan Mohd. Shaghir Abdullah, tarikh yang dimaksud yaitu hari Ahad, Muharam 1304 H). Di dalam bait-bait Syair Negeri Tambelan pun ada disebut samar-sama mengenai hal ini: "Tamatlah syair harinya Ahad/ Di Negeri Tambelan kita membuat/ Bulan Muharram tahun lebih empat/ Orang negeri tiada sepakat."

Menurut tela'ahan Aswandi Syahri, bahwa syair ini ditulis pada akhir-19, ketika Kesultanan Pontianak diperintah oleh Sultan Syarif Muhammad Al-Qadrie (1895-1944). Jika mengacu kepada kolofon Syair Bab al-Nikah yang selesai disalin pada 7 Mei 1896 (24 haribulan Dzulqa'idah malam Juma'at pukul 12 kepada tahun sanah 1313), maka larik syair "Bulan Muharram tahun lebih empat" bermakna Syair Negeri Tambelan selesai dibuat atau dikarang empat tahun setelah Syair Bab al-Nikah selesai disalin, yaitu pada tahun 1317 H bersamaan dengan 1899 M.

Kandungannya membicarakan asal usul keturunan Dato' Kaya Tambelan yang ditulis dalam bentuk puisi/syair. Juga secara umumnya mengenai Pulau Tambelan pada akhir abad-19.

III- "Buku Perobatan", kandungannya secara umum yaitu catatan mengenai bermacam-macam jenis penyakit dan cara mengobatinya. Pada "Buku Perobatan" ini, oleh Muhammad Umar bin Encik Harun pada setiap sesuatu obat dicatatnya juga nama seseorang yang mengajarkannya mengenai obat yang dimaksud, tarikh penerimaannya, serta lengkap dengan nama tempat atau negeri yang dirantauinya.

IV- Menyalin sebuah karya Raja Ali Haji yang berjudul "Syair Bab an-Nikah" (ada juga yang menyebutnya "Syair Hukum Nikah" ataupun "Syair Suluh Pegawai"). Selesai penyalinan tercatat pada halaman akhir, "Tersurat di Negeri Tambelan pada 24 hari bulan Dzulqa'idah, malam Khamis pukul dua belas kepada tahun sanah 1313. Dan menyalin surat Bab an-Nikah Datok Petinggi Tambelan, dan dia menyalin surat Raja Ali Riau, Pulau Penyengat.


7) Haji Isma'il bin Haji 'Abdul Lathif (Haji Isma'il Jabal), merupakan Adviseur Penasihat Agama Kesultanan Pontianak pada masa Sultan Syarif Muhammad Al-Qadrie ibnu Sultan Syarif Yusuf Al-Qadrie. Haji Ismail bin Haji 'Abdul Lathif yang lahir di Kampong Tambelan-Negeri Pontianak ini menulis beberapa kitab, antara lain berkenaan dengan Ilmu Hikmah dan juga' Dalailul Khairat. Ilmu Hikmah diijazahkan kepada muridnya, yaitu Haji Mustafa bin Cek ‘Umar-Kampong Kuantan, Pontianak, pada tahun 1323 Hijriyah/1907 Miladiyah.

Beliau sampai di Makkah sekitar tahun 1870 Miladiyah pada usia 15 tahun. Pertama-tama ilmu yang dipelajarinya adalah ilmu fiqh dengan mufti dari empat mazhab di Makkah, kemudian dengan Abdallah Al-Zawawi. Menerima pelajaran pertamanya dalam ilmu thariqat dari Muhammad Shalih yang sudah lanjut usia. Setelah Muhammad Shalih wafat, ia menerima langsung dari khalifah utama syaikh tersebut, yaitu Muhammad Murad Al-Qazani Al-Uzbaki. Ia menerima ijazah untuk mengajarkan thariqat menjadi guru terkenal dan tinggal di sebuah rumah di Jabal Hind yang merupakan harta waqaf yang disumbangkan oleh keluarga Sultan Pontianak, bersebelahan dengan makam mendiang Sultan Syarif Hamid Al-Qadrie ibnu Sultan Syarif 'Utsman Al-Qadrie (Sultan Hamid I, yang wafat. pada tahun 1289 Hijriyah/1872 Miladiyah). Mengenai nama “Jabal” yang melekat di belakang namanya adalah untuk membedakan dengan nama Ismail yang lainnya. Ia mengajar di Jabal Hind dan dikenal sebagai guru dari Jabal Hind, sehingga dipanggil oleh murid-muridnya dengan sebutan “Ismail Jabal”.

Pada tahun 1919, setelah setengah abad di Makkah, Ismail Jabal kembali ke Kalimantan dan menetap di Pontianak sebagai seorang ‘alim dan syaikh thariqat. Masyarakat mengakui keilmuannya yang paling ‘arif dari generasinya. Ismail Jabal bukanlah satu-satunya khalifah Mazhariyah di Kalimantan Barat. Dalam hal ini, Muhammad Murad Al-Qazani mengangkat tiga khalifah lagi, semuanya bertempat tinggal di Pontianak, yaitu: Sayyid Ja’far bin Muhammad Al-Saqqaf, Sayyid Ja’far bin 'Abdurrahman Al-Qadrie (putera seorang pangeran), dan Haji 'Abdul 'Aziz (penduduk Kampong Kamboja).

Murid Haji Ismail Jabal yang terkenal di Kalimantan Barat yang menerima bay'at ijazah darinya yaitu Syaikh 'Abdul Ghani Mahmud Al-Yamani (biasanya ditulis Syaikh Haji Abdur Rani Mahmud Al-Yamani, padahal ini penulisan yang keliru) dengan Thariqat Naqsabandiyah Mazhariyah, dan ia (Haji ‘Abdul Ghani Mahmud) juga menjadi wakil tunggal Abah Anom dalam Thariqat Qadariyah wan Naqsabandiyah, ijazahnya diberikan setelah mengunjungi Abah Anom pada tahun 1976.

Kalangan penganut aliran Thariqat Qadariyah wan Naqsabandiyah dari Jawa sering datang menziarahi makam beliau (makam Haji Ismail bin Haji 'Abdul Lathif [Ismail Jabal]) yang terletak di Kampong Tambelan, Kelurahan Tambelan Sampit, Negeri Pontianak.


8) Haji Isma'il bin Haji Musthafa, berperan sebagai seorang Ahli Pengobatan (Tabib). Beliau dikenal di kalangan masyarakat luas di luar Borneo Barat sebagai seorang yang menyusun kitab pengobatan Melayu. Masyarakat Semenanjung Tanah Melayu (Malaysia Barat) yang masih banyak menggunakan pengobatan tradisional mengambil pelajaran dari kitab yang dikarang oleh beliau.

Karya-karya Haji Isma'il bin Haji Musthafa yang telah ditemui antara lain yaitu:

I- "Ilmu al-Hikmah wa at-Thib" atau "Hikmah dan Perobatan" (judul sebenarnya tidak diketahui). Karya ini mulai disalin dari buku Haji Musthafa bin Haji Mahmud pada malam Selasa, di Kampong Tambelan, tarikh 9 Rajjab 1298 Hijriyah, dan diselesaikan pada tarikh 19 Rajab 1302 Hijriyah. Kandungannya membicarakan mengenai ilmu hikmah dan berbagai jenis perobatan dalam bentuk wafaq, doa, fadhilat ayat, ilmu astronomi, jampi-jampi Melayu, tumbuh-tumbuhan, organ binatang, dan lain-lain.

II- "Ilmu Perobatan Melayu", diselesaikan pada hari Rabu, bulan Dzulhijjah 1325 Hijriyah. Kandungannya membicarakan mengenai perobatan yang bersumberkan dari tumbuh-tumbuhan di Alam Melayu sendiri.


9) Haji Muhammad ‘Arif bin Encik Muhammad Thahir bin Malim Sutan bin Jupa Suara bin Datok Bendahara bin Tuan Kadi Ahmad. Ibunya yaitu Zainab binti ‘Abdul Mannan yang melahirkan tokoh ini di Kampong Tambelan, Pontianak, pada hari Rabu, pukul 4 petang 29 Rabiul Akhir 1279 Hijriyah. Wafat pada hari Ahad, pukul 1 tengah hari pada 6 Dzulqa’idah 1353 Hijriyah di Kampong Tambelan, Pontianak. Karya Haji Muhammad ‘Arif antara lain: [1] Matnul Ajrumiyah (diselesaikan di Semarang, 29 Muharam 1291 Hijriyah), yaitu mengenai Nahwu Arab yang diberi gantungan makna Melayu. [2] Sebuah buku catatan dengan kandungan: asal-usul datok neneknya, yaitu Datok Bendahara. Karya Haji Muhammad Arif yang dimaksud itu juga membahas mengenai hal-ihwal Sejarah Kesultanan Pontianak.


10) Haji ‘Abdus Shamad bin Encik Harun bin Malim Bungsu. Ibunya bernama Ruqaiyah binti Haji ‘Abdul Qadir bin Haji ‘Abdul Ghani. Tokoh ini adalah abang dari Muhammad ‘Umar bin Encik Harun bin Malim Bungsu. Lahir di Kampong Tambelan, Pontianak, malam Selasa pukul 12, tarikh 5 Syawwal 1264 Hijriyah. Wafat pada hari Selasa, pukul 7 pagi, tarikh 4 Syawwal 1343 Hijriyah, dalam usia 79 tahun.

Karyanya yang telah ditemui ialah Rumus Hisab dan Jurnal Pelayaran, diselesaikan pada tahun 1316 Hijriyah. Kandungannya yaitu mengenai rumus hisab atau perkiraan barangan yang semuanya menggunakan kode tertentu. Selain itu juga membahas mengenai Perkara Jurnal Pelayaran dari Kuala Pontianak Pergi di Tanah Jawa dan serta Pergi Di Kutaringin Pergi di Banjarmasin.


11) ‘Abdul Wahhab bin Haji ‘Abdurrahman bin ‘Abdul Jeragan bin Nakhoda ‘Abdul Mannan bin Nakhoda Ahmad bin ‘Abdullah (Datok Bendahara). Tokoh ini lahir di Kampong Tambelan, Negeri Pontianak, pukul 2 pagi Juma’at, tarikh 2 Shafar 1302 Hijriyah. Ibunya bernama Zainab binti Encik Harun. Sepanjang hayatnya telah menghasilkan banyak karya. Antara lain karyanya yang telah ditemui yaitu:

I- “Ilmu Binaan”, judul sebenarnya tidaklah diketahui, diselesaikan pada tarikh 15 Ramadhan 1333 Hijriyah/28 Juli 1915 Miladiyah sampai 1921 Miladiyah. Kandungannya yaitu membicarakan ilmu binaan, cara-cara membuat rumah lengkap dengan jenis-jenis atau nama-nama ukuran yang digunakan. Juga terdapat beberapa catatan lainnya.

Pada halaman depan dicatatkan, “1333-1915. Pontianak tanggal 15 Ramadhan bersama-sama bulan Juli. Yang empunya ini, hamba ‘Abdul Wahhab bin Haji ‘Abdurrahman Tambelan”.

II- “Keturunan Minangkabau”, catatan selesai penulisan terdapat pada halaman depan, “Pontianak tanggal kepada 26 Muharram 1345 waktu itulah sahaya ‘Abdul Wahhab bin Haji ‘Abdurrahman habis menulis ini surat salasilah keturunan tua-tua dari asal dulu-dulu. Ada juga yang ditambah-tambah yang setahunya menyalin dalam buku nenda Haji Sulaiman bin ‘Abdul Mannan adanya”.

Catatan dilengkapi dengan tandatangan yang dinyatakan, “ila Pontianak Kampong Tambelan, tandatangan, tarikh 6-8-1926”. Kandungannya membahas mengenai jalur keturunan pembesar yang berasal dari Minangkabau yang menjadi raja/pembesar di beberapa tempat di antaranya ialah: Johor, Pontianak, Datok Kaye Tambelan, Datok Kaye Serasan, Pembesar di Champa/Kemboja, dan lain-lain.

III- “Ilmu Tawhid”, diselesaikan pada 3 Dzulhijjah 1348 Hijriyah. Kandungannya membahas mengenai aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Manuskrip atau tulisan tangan asli ‘Abdul Wahhab bin ‘Abdurrahman, Kampong Tambelan, Pontianak.

IV- "Catatan Peristiwa", diselesaikan pada malam Khamis, jam 8.00, tarikh 12 Rabiul Akhir 1358 Hijriyah. Kandungannya mengenai catatan tahun lahir, wafat, dan berbagai peristiwa di lingkungan keluarga besar ‘Abdul Wahhab bin Haji ‘Abdurrahman dari tahun 1225 Hijriyah hingga tahun 1358 Hijriyah.


12) Al-Ustadz Harun bin Haji 'Abdurrahman bin Haji 'Abdul Qadir bin Haji ‘Abdul Mannan, berkiprah sebagai Kepala Madrasah Al-Raudhatul Islamiyah-Kampong Tambelan. Beliau juga pernah diamanahkan menjadi Kepala Kantor Urusan Agama di Telok Pakedai - Negeri Kubu - Borneo Barat. Nama Ustadz Harun bin Haji ‘Abdurrahman di kemudian hari diabadikan menjadi nama salah satu Madrasah/Pesantren di Kampong Tambelan, yaitu Madrasah/Pondok Pengajian Agama Islam/Pesantren Haruniyah-Kampong Tambelan-Pontianak. Beliau merupakan Ahli Fiqh, Nahwu-Sharaf, Faraidh, dan banyak lagi. Beliau juga dikenal sebagai Guru bagi ramai anak-anak Kampong Tambelan, karena beliau mengajar mengaji anak-anak Kampong Tambelan di masa itu.


13) Al-Ustadz Muhammad 'Ali bin Muhammad 'Arif, merupakan 'ulama kelahiran Kampong Tambelan yang selalu dikenang sebagai 'ulama yang mendalam ilmunya. Beberapa orang muridnya di kemudian hari juga menjadi ‘ulama dan pemuka masyarakat di Kampong Tambelan khususnya, dan di Negeri Pontianak umumnya, serta dikenal se-Negeri Pontianak, bahkan se-Borneo Barat.


14) Al-Ustadz Asy-Syaikh Haji 'Abdul Ghani Mahmud Al-Yamani, ahli berbagai bidang ilmu (Tawhid, Tafsir, Hadits, Fiqh, Falaq, Tasawwuf, Thariqat, dan beberapa yang lainnya). Karya monumental beliau yaitu "Jadwal Shalat Sepanjang Masa untuk wilayah Borneo Barat". Beliau pernah mengemban amanah sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia wilayah Borneo Barat.

Haji ‘Abdul Ghani Mahmud merupakan murid dari Haji Ismail Jabal. Beliau menerima bay'at ijazah Thariqat Naqsabandiyah Mazhariyah dari Haji Ismail Jabal. Beliau juga merupakan wakil tunggal Abah Anom dalam Thariqat Qadariyah wan Naqsabandiyah yang ijazahnya didapatkan setelah mengunjungi Abah Anom pada tahun 1976. Pengaruh Thariqat ini cukup besar, tidak hanya di Negeri Pontianak, bahkan sampai ke Negeri Sarawak, yang juga sudah dikenalkan oleh 'Abdul Lathif bin 'Abdul Qadir Al-Sarawaki.


15) Al-Ustadz Muhammad Shaléh bin Haji Muhammad Yusuf (akrab dipanggil "Tok Abu"), beliau ahli ilmu Fiqh (juga menguasai ihwal Faraidh), Ahli ilmu Nahwu dan ilmu Sharaf, serta beberapa disiplin ilmu yang lainnya. Al-Ustadz Muhammad Shaléh (Tok Abu) merupakan Kepala Madrasah Diniyah Awwaliyah Haruniyah yang pertama-tama kali. Beliau juga merupakan guru saya.


16) Haji Muhammad Buraa'i bin Haji Adnan bin Haji Ahmad bin Haji Abu Na’im bin Nakhode Tanggok, merupakan Ahli Silat Melayu, juga pengamal tasawwuf yang berkepribadian sederhana. Beliau juga ahli dalam pengobatan hernia (ulor-ulor). Di antara zuriat keturunan beliau ada yang menjadi ‘Ulama, Tokoh Masyarakat, Penggawe (Kepala’ Kampong), Tabib, dan sebagainya.


17) Muhammad Syafi'i bin Haji Adnan bin Haji Ahmad Haji Abu Na’im bin Nakhode Tanggok, merupakan seorang Pemuka Masyarakat. Beliau adalah Abang dari Haji Muhammad Buraa'i. Beberapa orang zuriat keturunan beliau juga ada yang menjadi ‘Ulama, Pemuka Masyarakat, Penggawe (Kepala' Kampong), dan sebagainya.


18) 'Abdul Qadir bin Haji 'Abdurrahman bin Haji 'Abdul Qadir bin Haji 'Abdul Mannan. Beliau adalah seorang pengamal Tariqat dan Tasawwuf. Beliau merupakan adik dari Ustadz Harun bin Haji 'Abdurrahman dan Ruqayyah binti Haji 'Abdurrahman.


19) Muhammad Buraa'i bin Haji Adnan menikah dengan saudara perempuan dari Ustadz Harun bin Haji ‘Abdurrahman yang bernama Ruqayyah binti Haji ‘Abdurrahman. Ruqayyah binti Haji ‘Abdurrahman merupakan seorang Tabib (Ahli Pengobatan Tradisional), Ahli Obat-obatan tradisional, serta Dukon Beranak yang masyhur di masanya. Pernikahan Muhammad Buraa'i dengan Ruqayyah membuahkan ramai zuriat keturunan (kurang lebih 12 orang). Anak-anaknya yang hidup hingga masa tua ada 6 (enam) orang, yaitu: Muhammad Kasim Mohan, Muhammad Yusuf Mohan, Muhammad Husin Mohan, Zaidah Mohan, ‘Abdusy Syukur Mohan, dan Muhammad Yunus Mohan. [~bersambung~]


*Tulisan ini merupakan kelanjutan dari tulisan sebelumnya yang berjudul "Kampong Timbalan Raje beserta Para Pemukanya [Bagian-1]"*


- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Hanafi Mohan
Tanah Betawi, Medio Mei – Akhir Juli 2013
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -


Dihimpun dari berbagai sumber, antara lain:

- Tradisi Lisan dari para tetua Kampong Tambelan (cerita dari mulut ke mulut yang dikisahkan turun temurun).

- Artikel berjudul “Mengenali Pelbagai Karya Ulama Borneo”, Oleh: Wan Mohd. Shaghir Abdullah [dimuat di Akhbar “Utusan Malaysia”, pada 17 Maret 2008].

- Artikel berjudul “Lima Orang Bernama Ismail Tokoh Ulama Melayu di Kalimantan Barat”, Oleh : H. Dato Zahry Abdullah Al-Ambawi dan M. Natsir.

- Artikel berjudul “Pengembaraan dan Pengubatan Muhammad Umar”, Oleh: Wan Mohd. Shaghir Abdullah [Dimuat di Akhbar “Utusan Malaysia”, pada 5 Desember 2005]

- Artikel berjudul “Syair Negeri Tambelan”, Oleh: Aswandi Syahri [Dimuat di Majalah “Batam Pos” Edisi 15, Minggu III Mei 2013, pada Kolom “Kutubkhanah”]

- Artikel berjudul “Ulama-Ulama Pontianak dan Karya Mereka (bhg.2)”, Oleh: Wan Mohd. Shaghir Abdullah [dimuat di Akhbar “Utusan Malaysia”, pada 24 Maret 2008].



Sumber foto/gambar ilustrasi: http://www.panoramio.com/, by: @ezakkacax


Tulisan ini dimuat di: Laman Blog "Arus Deras"




Minggu, 21 Juli 2013

"Syair Kerajaan Pontianak", Sultan, dan Silat


Tulésan berikot ni mengenai Pelajaran Silat di Kesultanan Pontianak, kaétannye dengan peran Sultan Pontianak sebagai Umara' dan 'Ulama, sebagaimane temaktob di dalam "Syair Kerajaan Pontianak".

"Syair Kerajaan Pontianak" ditulés beberape taon setelah bedirinye Kesultanan Melayu-Islam Pontianak (Kesultanan Pontianak) di dalam Negeri Pontianak, Borneo Barat.

Dalam untaian "Syair Kerajaan Pontianak" tesebot juga' jelas mencerménkan minat dan kesunggohan Sultan Syarif 'Abdurrahman Al-Qadrie ibnu Al-Habib Husain Al-Qadrie dalam hal-éhwal pembinean serte pengembangan seni dan budaye Silat.

Untok lebéh jelasnye dan merupekan dokumen sejarah persilatan Melayu, berikot ini dituléskan beberape petikan awal pade Bab Silat yang temaktob di dalam "Syair Kerajaan Pontianak", yaitu:

Setelah sudah beperi-peri,
Baginde berangkat lalu bediri
Panggélkan Mat Raiyat suroh ke mari,
serte dengan Wan Bakari.

Wan Ahmad, Wan Bakar datanglah sudah,
kepade Baginde tundok menyembah
Dengan segerenye Baginde betitah,
Adelah sedikit hendak diperintah.

Baginde tesenyom seraye bekate,
Jikalau suke rasenye cite
Tuan-tuan yang mude ajarkan kite,
diajarkan silat bemaén senjate.

Tuan ajarkan padan-padan,
boléh dilihat usolnye badan
Bagaimane di dalam contoh teladan,
yang mane patot maén di médan.


[Ditulés ulang oleh pacal Muhammad Hanafi bin ‘Abdusy Syukur Mohan al-walad al-bilad Negeri Pontianak Seri Khattul Istiwa’ ke dalam Loghat Melayu Pontianak pade Ahad, tarikh 12 haribulan Ramadhan sanat 1434 Hijriyah, betepatan dengan tarikh 21 haribulan Juli sanat 2013 Miladiyah, tang Tanah Betawi adenye]


Sumber tulésan: Artikel bejudul “Peranan Ulama dalam Silat”, Oleh: Wan Mohd. Shaghir Abdullah [Dimuat di Akhbar “Utusan Malaysia", pade 15 Juni 2009]

Sumber poto ilustrasi: Silat Tembong di Istane Qadriyah – Kesultanan Pontianak [Koleksi dari Laman Website "Nederlands Fotomuseum"]


Tulésan ini dimuat tang: Laman Blog "Arus Deras"

Kamis, 18 Juli 2013

Sultan Pontianak; Umara’ dan ‘Ulama


Kesultanan Pontianak merupakan salah satu Kesultanan Melayu yang paling terakhir didirikan di Kepulauan Melayu ini. Negeri Pontianak berdiri pada tarikh 24 haribulan Rajjab sanat 1181 Hijriyah, bertepatan dengan tarikh 23 haribulan Oktober sanat 1771 Miladiyah.

Negeri Pontianak adalah Kesultanan Melayu-Islam yang didirikan dan di’azaskan oleh Sultan-Sultan-nya yang Umara' sekaligus ‘Ulama. Sebagai suatu Negeri, Pontianak telah hidup sebagai suatu kawasan yang sangat khas ke-Melayu-annya yang dibalut oleh Adat Resam Budaya Melayu yang bertamaddun tinggi, serta dengan tradisi ke-Islam-annya yang begitu khas pula.

Pontianak merupakan negeri yang terberkahi, yang berasal-mula berdirinya yaitu di simpang tiga pertemuan Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Ia 'lah Negeri yang berada tepat di garis Khattul Istiwa’, yang dari garis lintangnya itu membelah bumi menjadi dua bagian: utara dan selatan.

Inilah Negeri yang tamaddunnya terbangun dari ketiadaan, berdiri dan maju ke hadapan sebagai Negeri yang kemudian begitu diperhitungkan dan masyhur di Kepulauan Melayu ini. Dengan berpayungkan Budaya Melayu nan gemilang, Negeri ini melesat melampaui Negeri-Negeri lainnya se-kawasan, menjadi salah satu pusat peradaban di Bumi Borneo, menjadi tempat perjumpaan berbagai kaum dari serata Negeri di Kepulauan Melayu ini, sehingga menjulanglah Negeri ini dengan pencapaian-pencapaiannya yang tak disangka-sangka, pencapaian-pencapaian yang sungguh begitu memukau.

Tiada lain dan tiada bukan, kegemilangan Negeri Pontianak salah satunya diasbabkan kepemimpinan para Sultan-nya yang arif dan bijaksana. Sultan-Sultan Pontianak selama masa bertahtanya rata-rata memiliki dua peranan, yaitu berperan sebagai umara', sekaligus berperan sebagai 'ulama. Sebut saja misalkan Pendiri Negeri/Kesultanan Pontianak yang sekaligus Sultan Pontianak ke-I, yaitu Sultan Syarif ‘Abdurrahman Al-Qadrie ibnu Al-Habib Husain Jamalullail Al-Qadrie “Tuan Besar Negeri Mempawah”. Semasa hidupnya, Seri Paduka Duli Yang Maha Mulia Tuanku Sultan Syarif ‘Abdurrahman Al-Qadrie yang bersemayam di atas tahta Kerajaan di dalam Negeri Pontianak pernah menyalin Al-Qur'an 30 Juz dengan tangannya sendiri (Al-Qur'an tulisan tangan).

Sultan Syarif Qasim Al-Qadrie ibnu Sultan Syarif ‘Abdurrahman Al-Qadrie, merupakan satu-satunya Sultan Pontianak yang pernah memangku kepemimpinan di dua Negeri, yaitu sebagai Panembahan Negeri/Kerajaan Mempawah, dan kemudian sebagai Sultan Negeri/Kesultanan Pontianak. Seri Paduka Duli Yang Maha Mulia Tuanku Sultan Syarif Qasim Al-Qadrie yang bersemayam di atas tahta Kerajaan di dalam Negeri Pontianak (Sultan Pontianak ke-II) merupakan seorang diplomat ulung.

Selain Seri Paduka Tuanku Sultan Syarif ‘Abdurrahman Al-Qadrie, ananda beliau yaitu Seri Paduka Tuanku Sultan Syarif 'Utsman Al-Qadrie (Sultan Pontianak ke-III) semasa bertahtanya juga merupakan salah seorang Sultan yang produktif menulis. Seri Paduka Duli Yang Maha Mulia Tuanku Sultan Syarif 'Utsman Al-Qadrie yang bersemayam di atas tahta Kerajaan di dalam Negeri Pontianak pernah menterjemahkan karya berjudul "Tuhfatul Ikhwan fi Fadhlir Rajjab wasy-Sya’ban war-Ramadhan" yang selesai beliau terjemahkan pada hari Isnin, tarikh 16 haribulan Rabiul Awwal sanat 1244 Hijriyah. Nama pengarang asalnya yaitu Syaikh Ahmad bin Majjazi Al-Qisyti Asy-Syafi Yahya. Namun yang dijumpai sekarang-sekarang ini adalah merupakan salinan 'Ali bin Khathib Jailani bin Al-Imam Muhammad bin 'Abdullah, yang merupakan putera Negeri Siak Seri Inderapura.

Pada halaman terakhir Kitab Tuhfatul Ikhwan termaktub, “Pada hijrah an-Nabi shallallaahu 'alayhi wa sallam sanat 1244 kepada enam likur haribulan Rabi'ul Awwal, hari Isnin, pukul 10, ketika itu khatam al-kitab Tuhfah al-Ikhwan Paduka Seri Sultan as-Sayyid asy-Syarif 'Abdurrahman al-Marhum Al-Habib Husain Al-Qadrie di dalam Negeri Pontianak, dalam Kampong Sayyid asy-Syarsyaikh al-Ba’abud adanya. Yang menyurat al-faqir ialah Ta'ala, yaitu 'Ali bin Khathib Jailani ibni al-Imam Muhammad bin 'Abdullah al-walad al-bilad Siak Seri Inderapura.”

Kandungan di dalam Kitab Tuhfah al-Ikhwan secara keseluruhan yaitu mengenai peristiwa hari kiamat dan mengenai akhirat.

Selain Sultan Pontianak yang ke-III, yaitu Seri Paduka Tuanku Sultan Syarif 'Utsman Al-Qadrie yang produktif menulis, ananda Beliau yaitu Seri Paduka Tuanku Sultan Syarif Hamid Al-Qadrie (Sultan Pontianak ke-IV) juga merupakan salah seorang Sultan Pontianak yang produktif menulis. Di antara karya Seri Paduka Duli Yang Maha Mulia Tuanku Sultan Syarif Hamid Al-Qadrie yang bersemayam di atas tahta Kerajaan di dalam Negeri Pontianak yang telah ditemui ialah "Syair Ibadat". Tercatat selesai penulisan, “Tamat hazal kitab Allah Subhanahu wa Ta'ala, Syair Ibadat pada Yawmul Ahad, jam pukul delapan malam betul, kepada tiga puluh haribulan, tanpa dinyatakan tahun”. Kandungannya yaitu membicarakan mengenai nasihat dan pelajaran Agama Islam.

Sultan Pontianak ke-V, yaitu Sultan Syarif Yusuf Al-Qadrie ibnu Sultan Syarif Hamid Al-Qadrie adalah Sultan Pontianak yang di masa pemerintahannya pelaksanaan hukum syari’at Islam berjalan dengan begitu baik, sehingga menjadi salah satu rujukan bagi pelaksanaan hukum syari’at Islam di Indonesia di kemudian hari. Seri Paduka Duli Yang Maha Mulia Tuanku Sultan Syarif Yusuf Al-Qadrie yang bersemayam di atas tahta Kerajaan di dalam Negeri Pontianak dikenal sebagai Sultan yang paling banyak mengkhidmatkan dirinya di dalam ihwal keagamaan.

Sultan Pontianak ke-VI, yaitu Sultan Syarif Muhammad Al-Qadrie ibnu Sultan Syarif Yusuf Al-Qadrie. Pembaharuan Negeri Pontianak sangat banyak dilakukan pada masa pemerintahannya. Seri Paduka Duli Yang Maha Mulia Tuanku Sultan Syarif Muhammad Al-Qadrie yang bersemayam di atas tahta Kerajaan di dalam Negeri Pontianak merupakan seorang syuhada yang selalu dikenang-kenang oleh rakyat Negeri Pontianak hingga bila-bilapun masanya.

Sultan Pontianak ke-VII, yaitu Sultan Syarif Hamid Al-Qadrie ibnu Sultan Syarif Muhammad Al-Qadrie (akrab dikenal sebagai Sultan Hamid II), merupakan seorang Sultan yang terpelajar. Seri Paduka Tuanku Sultan Hamid II juga merupakan seorang jenderal dan politikus ulung semasanya, serta juga seorang diplomat yang begitu diandalkan. Seri Paduka Duli Yang Maha Mulia Tuanku Sultan Syarif Hamid Al-Qadrie yang bersemayam di atas tahta Kerajaan di dalam Negeri Pontianak (Sultan Hamid II) merupakan figur pemersatu Negeri-Negeri se-Kepulauan Melayu ini. Keberhasilan Konferensi Meja Bundar (KMB - Den Haag-Belanda, 1949) di antaranya diasbabkan karena peran dan kepiawaiannya sebagai diplomat.

* * *

Selain itu, ada beberapa tokoh di dalam Istana Qadriyah – Kesultanan Pontianak yang karyanya dapat dijejaki. Di antaranya yaitu Pangeran Syarif ‘Abdurrahman Al-Qadrie ibnu Sultan Syarif Yusuf Al-Qadrie dan Zain Pul bin ‘Abdurrahman Al-Qadrie.

Pangeran Syarif ‘Abdurrahman Al-Qadrie ibnu Sultan Syarif Yusuf Al-Qadrie menghasilkan sebuah karangan yang berjudul “Catatan Pangeran ‘Abdurrahman bin Sulthan Yusuf Al-Qadrie”, yang diselesaikan pada tarikh 9 haribulan Rajjab sanat 1295 Hijriyah. Kandungan ringkasnya yaitu mengenai berbagai peristiwa sewaktu Sultan Syarif Yusuf Al-Qadrie membina Makam Batu Layang, yang merupakan kompleks pemakaman Sultan Syarif Abdur Rahman al-Qadri (pendiri Kesultanan Pontianak) dan para kerabat Sultan Pontianak.

Zain Pul bin ‘Abdurrahman Al-Qadrie, menghasilkan karya, di antaranya yang telah ditemui yaitu “Ilmu Hikmah”. Tercatat pada halaman depan, “Sanah 1327H, Selasa 4 Muharram, tahun Dal, awal yang punya ini Zain Pul bin ‘Abdurrahman Al-Qadrie”.

Pada halaman yang lain dinyatakan sebagai berikut, “Sanah 1328H, hari Khamis kepada sanah 15 Muharam, yang punya ini tulisan Zain Pul bin Abdur Rahman al-Qadri, Kampung Melayu Pontianak adanya”. Terdapat juga tandatangan seni yang indah.

Kandungan daripada karyanya ini adalah membahas beberapa amalan untuk mendatangkan rezeki. Di antara amalan tersebut terdapat doa yang berasal dari Syaikh ‘Abdul Mannan “Qadhi Pontianak”. Karya yang dimaksud ini masihlah dalam bentuk manuskrip yang diperoleh di Pontianak pada 6 Syawwal 1422 H / 20 Desember 2001 M. [-;-]


- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Hanafi Mohan
Tanah Betawi, tarikh 14 Sya’ban–9 Ramadhan sanat 1434 Hijriyah
Bertepatan dengan tarikh 23 Juni–18 Juli sanat 2013 Miladiyah

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -



Dihimpun dari berbagai sumber:

- Artikel berjudul “Mengenali Pelbagai Karya Ulama Borneo”, Oleh: Wan Mohd. Shaghir Abdullah [dimuat di Akhbar “Utusan Malaysia”, pada 17 Maret 2008].

- Artikel berjudul “Ulama-Ulama Pontianak dan Karya Mereka (bhg.2)”, Oleh: Wan Mohd. Shaghir Abdullah [dimuat di Akhbar “Utusan Malaysia”, pada 24 Maret 2008].

- Buku berjudul “Sultan, Pahlawan dan Hakim; Lima Teks Indonesia Lama”, pada Bab “Beberapa Aspek Peradilan Agama Islam di Kesultanan Pontianak Tahun 1880-an”, Oleh: Henri Chambert-Loir, diterbitkan oleh: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) bekerjasama dengan École Française d'Extrême-Orient, Masyarakat Pernaskahan Nusantara, & Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat - UIN Jakarta, Cetakan Pertama: Desember 2011.


Sumber foto ilustrasi: Al-Quran tulisan tangan Sultan Syarif 'Abdurrahman Al-Qadrie >>> http://aprianto58.blogspot.com/


Tulisan ini dimuat di: Laman Blog "Arus Deras"




Rabu, 17 Juli 2013

Mengenang Sultan Hamid II ketika Pagi Juma'at 12 Juli 2013


Pagi tadi (Juma’at, 12 Juli 2013), sebak dan haru tika 'kan menulis: “Hari ini, kami mengenang 100 tahun miladmu wahai Seri Paduka Duli Yang Maha Mulia Tuanku Sultan Syarif Hamid Al-Qadrie ibnu Sultan Syarif Muhammad Al-Qadrie yang bertahta Kerajaan di dalam Negeri Pontianak.

Entah mengapa, setiap kali akan menulis mengenai Sultan Hamid II, berkecamuk rasa sebak, haru, dan pemberontakan. Rasa itu bergumpal-gumpal. Tiada lain tiada bukan, terkenang akan perjuangan dan pengorbanannya, juga perjuangan dan pengorbanan keluarga besarnya, juga Kesultanan-Kesultanan/Kerajaan-Kerajaan se-Borneo Barat. Lebih daripada itu, dirinya juga kemudian menjadi korban dari persekongkolan jahat golongan-golongan yang mengatasnamakan “RI-Jogja”/"NKRI"/Kaum Unitaris-Republikan.

Dia-lah harapan terakhir Negeri Pontianak setelah Ayahandanya dan semua saudara-saudara laki-lakinya dibantai dibunuh oleh Balatentara Jepang. Iya, betul, tiada lain dan tiada bukan, Jepang yang dimaksud yaitu Jepang Si Saudara Tua-nya NKRI itu. Si Saudara Tua-nya NKRI tersebut memang berhasil membantai habis Satu Generasi Emas Borneo Barat ketika itu.

Satu Generasi Borneo Barat memang berhasil dibantai habis oleh Si Saudara Tuanya NKRI itu. Sungguhpun begitu, Negeri-Negeri kami masih tegak berdaulat. Pangeran Syarif Hamid Al-Qadrie ketika itu masih mendekam di penjara sebagai tahanan perang, dipenjarakan oleh si saudara tua-nya NKRI itu.

Selepas bebas dari penjaranya Jepang, tak lama kemudian beliau ditabalkan menjadi Sultan Pontianak ke-VII. Kesultanan Pontianak pun menata diri. Begitupun Kesultanan-Kesultanan/Kerajaan-Kerajaan lainnya se-Borneo Barat juga menata diri, Sultan/Raja/Panembahan baru juga ditabalkan.

Jepang si saudara tua-nya NKRI itu memanglah berhasil membantai habis para pemimpin Negeri-Negeri kami, tapi Borneo Barat terus bergerak. Selepas Saudara Tuanya NKRI itu berhambos, Kesultanan-Kesultanan/Kerajaan-Kerajaan se-Borneo Barat pun menata diri, dan kemudian tegaklah Federasi Borneo Barat/Negara Borneo Barat. Di masa-masa itu, Federasi Borneo Barat/Negara Borneo Barat begitulah aman, damai sentausa, dan sejahtera, berbanding terbalik dengan Negeri-Negeri lainnya yang masih bergejolak.

Ternyata, petaka menghadang di depan. Petaka itu datang dari saudara mudanya Jepang, yaitu NKRI, yang kala itu masih bernama RI-Jogja. Cerita selanjutnya dapat ditebak, Borneo Barat kemudian menjadi wilayah jajahan RI-Jogja/NKRI, setelah sebelumnya RI-Jogja/NKRI memerangkap dan memenjarakan Sultan Hamid II. Dan hingga kini Borneo Barat masih berada di bawah kekangan penjajahan RI-Jogja/NKRI, masih dijajah oleh RI-Jogja/NKRI si saudara mudanya Jepang itu.

Borneo Barat takkan tinggal diam. Borneo Barat terus bergerak. Di Seabad Sultan Hamid II ini, semangat itu berkobar-kobar. Kami mau dan kami bisa.

"Kami mau, dan kami akan melakukannya sendiri. Kami akan mencapainya." [petikan pidato Sultan Hamid II ketika Konferensi Meja Bundar di Den Haag – Belanda, 1949]



- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Hanafi Mohan
Tanah Betawi, tarikh 3-4 haribulan Ramadhan sanat 1434 Hijriyah /
Bertepatan dengan tarikh 12-13 haribulan Juli sanat 2013 Miladiyah

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -


*Tulisan ini sebelumnya merupakan Tweet pada Linimasa Akun Twitter @hanafimohan pada tanggal 12 hingga 13 Juli 2013*


Sumber gambar ilustrasi: Album "Gambar Garis Masa" Fans Page "Sultan Hamid II"


Tulisan ini dimuat kembali sebagai tulisan utuh di: Laman Blog "Arus Deras"




Selasa, 16 Juli 2013

Dari Peringatan Seabad Sultan Hamid II


12 Juli 1913 adalah hari lahirnya Sultan Hamid II. Pada tahun ini (2013), genap seabad kelahiran beliau (12 Juli 2013). Dalam rangka memperingatinya, Yayasan Sultan Hamid II bekerjasama dengan ramai pihak menyelenggarakan “Peringatan Seabad Sultan Hamid II” yang dilangsungkan di Pontianak Convention Centre (PCC), Jum’at, 12 Juli 2013. Acara dimulai pada jam 15.30, hingga kemudian berakhir pada jam 18.30. Peringatan Seabad Sultan Hamid II ini dirangkai dengan Launching Buku Biografi Politik Sultan Hamid II yang berjudul: Sultan Hamid II; Sang Perancang Lambang Negara “Elang Rajawali - Garuda Pancasila”.

Menurut pantauan Panitia, yang datang menghadiri acara ini sekitar 1000-an orang dengan animo yang sangat besar, demi menantikan buku biografi seorang pahlawan Kalimantan Barat dalam kancah nasional dan internasional.

Saat pembukaan acara, kata sambutan pertama disampaikan oleh salah seorang dari Tim Penulis, yaitu Anshari Dimyati yang juga sekaligus merupakan Ketua Umum Yayasan Sultan Hamid II (Anshari Dimyati merupakan peneliti mengenai tuduhan makar terhadap Sultan Hamid II, dan dibuktikan sebaliknya bahwa Sultan Hamid II tidak bersalah secara hukum). Diperkenalkan juga Penulis lainnya, yaitu Turiman Fachturahman Nur (peneliti Lambang Negara Indonesia kaitannya dengan Sultan Hamid II, satu-satunya peneliti lambang negara di Indonesia). Kemudian penulis lainnya yaitu Nur Iskandar, merupakan jurnalis senior yang sudah malang melintang menulis dan melakukan riset di lapangan.


Kata sambutan kedua oleh Walikota Pontianak (H. Sutarmidji SH, M.Hum), kemudian dilanjutkan dengan pemutaran video sejarah lambang negara buatan resmi Kementerian Luar Negeri bekerjasama dengan Museum Konferensi Asia-Afrika. Masyarakat Kalimantan Barat yang hadir ketika itu dengan hikmat menonton video lambang negara rancangan Sultan Hamid II.

Setelah itu keynote speech disampaikan oleh Tokoh Nasional yang berasal dari Kalimantan Barat (Kalbar), yaitu Dr.(Hc.) Oesman Sapta Odang, yang juga merupakan mantan Wakil Ketua MPR-RI periode 1999-2004. Kemudian Launching (peluncuran) Buku Biografi Politik Sultan Hamid II, yang diluncurkan/diresmikan oleh Gubernur Kalbar atau yang mewakili. Acara ini juga dihadiri oleh para pejabat Kalbar, tokoh-tokoh masyarakat, cendekiawan, pemuda, mahasiswa, civitas akademika, sosiolog, budayawan, sejarawan, dan banyak macam elemen-elemen masyarakat di Kalimantan Barat. Masyarakat Kalbar antusias menanti buku Biografi Sultan Hamid II yang merupakan sang pahlawan Kalbar dan tokoh nasional dari Kalbar.

Anshari Dimyati mengatakan, bahwa Sultan Hamid II adalah pahlawan Indonesia. Kiprah politik pemikiran kenegaraannya (sebagai seorang negarawan) tidak pudar hingga hari ini, selain beliau juga merupakan perancang lambang negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Karirnya pernah menjadi Menteri RIS tahun 1949-1950, sempat pula menjadi Ketua BFO (Majelis Permusyawaratan Negara-Negara Federal), sebagai perwakilan BFO dalam Konferensi Meja Bundar/KMB (1949) bersama Mohammad Hatta (perwakilan RI-Jogja) & Van Marseeven (perwakilan Belanda), dan Sultan Hamid II sebagai Kepala Daerah Istimewa Kalimantan Barat/DIKB (1947-1950), serta sebagai Sultan Pontianak ke-VII (1945-1978).


Dikatakan oleh Anshari Dimyati bahwa secara yuridis normatif/yuridis materil Tim Penulis sudah membuktikan secara hukum bahwa Sultan Hamid II adalah Sang Perancang Lambang Negara secara sah. Dan Sultan Hamid II tidak terbukti melakukan pemberontakan atau makar yang dituduhkan oleh Pemerintah Indonesia kepadanya. Sudah sepatutnya nama baik Sultan Hamid II dibersihkan secara hukum/yuridis formal, yaitu untuk menghapus stigma negatif Sultan Hamid yang selalu dinyatakan sebagai pemberontak/pengkhianat negara. Tentunya semua itu bisa dilakukan dengan dukungan dari elemen-elemen Kalimantan Barat dan Indonesia. Anshari Dimyati menambahkan bahwa buku Sultan Hamid II Sang Perancang Lambang Negara ini adalah dalam rangka memperingati Satu Abad Kelahiran Sultan Hamid II (12 Juli 1913-12 Juli 2013).

Kemudian Walikota Sutarmidji menyatakan bahwa Pemerintah Kota Pontianak mengakui, menghormati, dan mengajak masyarakat Pontianak dan Kalbar untuk mendukung Pahlawan dari Kalbar. Kemudian beliau pun mendukung upaya-upaya pemulihan nama baik Sultan Hamid II dan upaya-upaya mendorong diakuinya Sultan Hamid II sebagai Perancang Lambang Negara secara resmi dari Negara.


Selanjutnya Oesman Sapta Odang (OSO) menyatakan bahwa Sultan Hamid II berperan besar ketika memperjuangkan kedaulatan Indonesia. Beliau pun bercerita tentang bagaimana kisah hidupnya bersama Sultan Hamid II. Beliau adalah seorang kader dan seorang yang pernah dididik oleh Sultan Hamid II. Tokoh Nasional asal Kalbar yang akrab dipanggil OSO ini menyebutkan bahwa Sultan Hamid II adalah orang yang cerdas, berwibawa, disiplin, dan seorang yang memegang prinsip. Dan OSO pun mendukung perjuangan untuk mengangkat marwah Sultan Hamid II.

Amanah Gubernur Kalimantan Barat bahwa perjuangan ini adalah perjuangan yang baik dan patut terus dilanjutkan, karena Sultan Hamid II merupakan seorang Bumiputera KALBAR yang telah membawa nama harum Bumi Khatulistiwa Kalimantan Barat.

Acara pun dilanjutkan dengan spontanitas/testimoni para tokoh-tokoh Kalbar yang hadir dari berbagai macam kalangan elemen masyarakat. Seperti Baroamas Masoeka Jabang Janting, akrab dikenal dengan Masoeka Janting, yang kini berumur 89 tahun. Masoeka Janting adalah tokoh masyarakat Dayak yang berasal dari Kapuas Ulu, Kalbar. Beliau merupakan seorang yang cukup dekat dengan Sultan Hamid II. Ia juga menyebutkan bahwa Sultan Hamid II begitu dekat dengan masyarakat/rakyat. Testimoni dilanjutkan oleh Gusti Suryansyah (Raja/Panembahan Kerajaan Landak yang sekaligus merupakan Ketua Forum Komunikasi Keraton Nusantara-Kalbar) dan juga oleh Prof. Dr. Syarif Ibrahim Al-Qadrie, M.Sc. (Guru Besar Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat).


Pada Peringatan Seabad Sultan Hamid II dan Launching Buku Biografi Politik Sultan Hamid II ini hadir juga mantan sekretaris pribadi Sultan Hamid II yang sekaligus merupakan Ketua Dewan Pembina Yayasan Sultan Hamid II, yaitu Haji Max Yusuf Al-Qadrie. Yang menandatangani peluncuran buku yaitu: Walikota Pontianak, Gubernur Kalbar atau yang mewakili, Oesman Sapta Odang/Tokoh Nasional KALBAR, Max Yusuf Al-Qadrie, dan tiga orang penulis (Turiman Fachturahman Nur, Anshari Dimyati, dan Nur Iskandar). Media Lokal dan Nasional pun (serta media pemerintah) juga begitu banyak yang meliput Peringatan Seabad Sultan Hamid II ini.

Launching Buku berlangsung hikmat dan penuh semangat. Diakhiri dengan buka puasa bersama dan makan malam. Ke depannya, Launching Buku ini akan ditindaklanjuti dengan Bedah Buku Biografi Politik Sultan Hamid II. Animo masyarakat begitu sangat besar menunggu hadirnya Buku Biografi Politik Sultan Hamid II ini. Dan masyarakat Kalbar berharap bahwa Sultan Hamid II dapat diakui sebagai Pahlawan Nasional Indonesia. Ide otonomi penuh (otonomi seluas-luasnya) dan perjuangan federalisme juga tak dapat dipisahkan dari apa-apa yang pernah diperjuangan oleh Sultan Hamid II. Dengan begitu Indonesia dapat menjadi negara yang demokratis dan menjunjung tinggi hak ber”serikat”. [~Hans~]


Tulisan ini merupakan hasil dari wawancara via telepon dengan Anshari Dimyati (salah seorang dari tim penulis Buku Biografi Politik Sultan Hamid II, sekaligus merupakan Ketua Umum Yayasan Sultan Halmid II)



- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Hanafi Mohan
Tanah Betawi, Juma'at - 3 Ramadhan 1434 Hijriyah /
Bertepatan dengan 12 Juli 2013 Miladiyah

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -


Sumber Foto: Album Foto "Peluncuran Buku Biografi Politik SULTAN HAMID II" oleh Dony Oesman dan Album Gambar Garis Masa Facebook Hanafi Mohan


Tulisan ini dimuat di: Laman Blog "Arus Deras"

Selasa, 09 Juli 2013

Penetapan Awal Ramadhan dan Negara Tak Bermarwah


Apakah sebabnya banyak Golongan di nkri ini yang tidak mau mengikuti Keputusan Penetapan Tanggal 1 Ramadhan dari Pihak Pusat Kekuasaan? Itulah Pertanyaannya, dan itulah salah satu penyebabnya mengapa ‎nkri ini selalu ‎MatiGaya hingga bila-bilapun masanya.

Jika pemerintah/pemimpin sudah memutuskan dan menetapkan "A", maka sepatutnya Golongan-Golongan yang sebelumnya berbeda pendapat itu (bahkan berbeda keputusan) kemudian mengikuti yang telah diputuskan dan ditetapkan oleh Pihak Negara tersebut. Tapi karena negaranya memang sudah tidak berwibawa dan tidak bermarwah, maka Golongan-Golongan yang berbeda pendapat dan berbeda keputusan itu akan tetap berbeda dengan Pihak Penguasa, tidak akan mena'ati yang diputuskan dan ditetapkan oleh Pihak Penguasa yang dimaksud. Yang pasti ‎nkri semakin hari semakin ‎MatiGaya saja.

Negeri yang darussalam itu adalah negeri yang ketika pemangku negerinya bertitah “A”, maka segenap rakyat penduduk negerinya akan menuruti dan mena’ati titah tersebut. Begitulah yang berlaku di negeri-negeri darussalam di serata Kepulauan Melayu ini di masa silam. Raja adil, Raja disembah. Raja zalim, Raja disanggah.

Salah satu negeri darussalam itu adalah Negeri Pontianak – Borneo Barat. Pemangku negerinya (baca: Sultan) yang adil serta menyayangi rakyatnya, sehingga rakyatnya pun selalu menghaturkan sembah setia kepada pemangku negerinya. Titah pemangku negeri dituruti dan dita’ati oleh segenap rakyatnya, termasuk dalam hal penetapan 1 Ramadhan (awal berpuasa), akhir berpuasa (menyambut 1 Syawwal/Aidil Fithri), dan menyambut Lebaran Haji/Aidil Adha (10 Dzulhijjah). Pada ketiga momen ini, setelah pemangku negeri memutuskan dan menetapkan mengenai hal yang dimaksud, maka dibunyikanlah meriam oleh pihak Istana Qadriyah – Kesultanan Pontianak. Dibunyikannya meriam ini adalah sebagai penanda dimulainya berpuasa (ketika menyambut 1 Ramadhan), berakhirnya puasa (ketika menyambut 1 Syawwal), dan menyambut Aidil Adha (10 Dzulhijjah/Lebaran Haji). Bunyi meriam dari Istana Qadriyah tersebut kemudian bersambut-sambutanlah dengan bunyi meriam-meriam lainnya di masing-masing kampong di serata negeri yang berada di dalam Negeri Pontianak.

Setelah terdengarnya bunyi dentuman meriam yang bertalu-talu dan bersahut-sahutan itu, maka segenap rakyat pun mengetahuilah bahwa itulah bunyi penanda menyambut puasa (ketika menyambut 1 Ramadhan), menyambut Aidil Fithri (ketika menyambut 1 Syawwal), dan menyambut Lebaran Haji/Aidil Adha. Bersuka-cita dan bergembiralah segenap rakyat Negeri Pontianak ketika mendengar dentuman suara meriam-meriam itu. Begitulah negeri yang darussalam. Tradisi tersebut (tradisi membunyikan meriam ketika menyambut Puasa Ramadhan, Lebaran Ramdhan/Aidil Fithri, dan Lebaran Haji/Aidil Adha) tetap hidup dari dulu (ketika Kesultanan Pontianak masih berdaulat) hingga kini (ketika Kesultanan Pontianak sudah tidak berdaulat), dengan corak dan ragam yang begitu rupa. (lebih lanjut mengenai tradisi membunyikan meriam ini akan dimuat pada tulisan berikutnya). [~Aan~]


- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Hanafi Mohan
Tanah Betawi, tarikh 29 – 30 haribulan Sya’ban sanat 1434 Hijriyah
Bertepatan dengan tarikh 8 – 9 haribulan Juli sanat 2013 Miladiyah

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -



Sumber gambar ilustrasi: republika.co.id dan dakwatuna.com


Tulisan ini dimuat di: Laman Blog "Arus Deras"


Minggu, 07 Juli 2013

[Undangan] Launching Buku "Biografi Politik Sultan Hamid II" dalam rangka "Peringatan Seabad Sultan Hamid II"



~ U N D A N G A N ~


Hadirilah beramai-ramai...

Launching Buku "Biografi Politik Sultan Hamid II"
dalam rangka "Peringatan Seabad Sultan Hamid II"
(12 Juli 1913 - 12 Juli 2013),
yang insyaALLAH akan diselenggarakan pada:


Hari/Tanggal : Juma'at, 12 Juli 2013 Miladiyah
Dimulai dari jam 15:00 (jam 3 sore) hingga selesai,
dirangkai dengan Buka Puasa Bersama dan Makan Malam
Bertempat di : Pontianak Convention Center (PCC)
Jalan Sultan Syarif 'Abdurrahman Al-Qadrie Nomor 7-9
Negeri Pontianak - BORNEO BARAT


Terima kasih atas perhatiannya.

Tabék


YAYASAN SULTAN HAMID II
(Sultan Hamid II Foundation)







Undangan ini dimuat di: Laman Blog "Arus Deras"