Ketika buku-buku Ibn Rusyd diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, lalu disebut sebagai Latin Averoesm atau Averoesme Latin, rupanya pembagian antara khawâs dan awam ini bagi orang-orang Eropa begitu impresif, sehingga mereka langsung mengambil kesimpulan bahwa Ibn Rusyd sebetulnya membela adanya dua kebenaran, yaitu kebenaran falsafi dan kebenaran agama, dan kedua-duanya tidak perlu dipersatukan. Akibatnya ialah mereka betul-betul membedakan antara ilmu dan agama. Itulah permulaan dari sekularisme yang sampai sekarang masih bertahan di Barat. Ia juga muncul di dalam humanisme (paham kemanu¬siaan) di Barat, karena humanisme adalah suatu paham yang mem¬percayai ke¬mampuan manusia terutama kualitas manusia sebagai makhluk. Kalau seorang Barat mengaku sebagai I am humanist, maka itu sebetulnya almost I am a secularist, karena humanisme itu juga berasal dari falsafah Yunani yang distimulir oleh Islam.
Berdasarkan argumentasi di atas, maka secara geneologis paham kemanusiaan atau humanisme di Barat boleh dikatakan mewarisi atau masih merupakan kelanjutan langsung dari pemikiran Islam yang diintrodusir oleh Ibn Rusyd. Ber¬gandengan erat dengan paham humanisme ialah paham liberal¬isme, yaitu paham bahwa manusia pada dasarnya adalah baik. Itu sebetulnya tidak lain adalah konsep fitrah dalam Islam. Baik paham humanisme maupun liberalisme, keduanya tidak bisa diakomodasi oleh gereja, meskipun sekarang ini tentu saja sudah bercampur baur karena semuanya sudah saling terpengaruh. []
Sumber: Budhy Munawar-Rachman (editor), Ensiklopedi Nurcholish Madjid: Sketsa Pemikiran Islam di Kanvas Peradaban, Yayasan Pesantren Indonesia Al-Zaytun, 2008
Sabtu, 07 Februari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ya pada aline kedua landasan bagus ... pada alam terekam Tanda-Tanda Kebesaran Allah SWT ... agar menjdi pelajaran bagi manusi.
BalasHapusMudah2an Khazanah Pemikiran Cak Nur (Allahyarham Nurcholish Madjid) ini menjadi bacaan yg mencerahkan kita semua.
BalasHapus