Hikayat Dunia

Kita hanya pengumpul remah-remah | Dari khazanah yang pernah ada | Kita tak lebih hanya penjaga | Dari warisan yang telah terkecai ||

Pontianak Singgah Palembang

Daripada terus berpusing-pusing di atas Negeri Pontianak, yang itu tentu akan menghabiskan bahan bakar, maka lebih baik pesawat singgah dahulu ke bandar udara terdekat. Sesuai pemberitahuan dari awak pesawat, bandar udara terdekat adalah Bandar Udara Sultan Mahmud Badaruddin II, Negeri Palembang.

Mudék ke Ulu

Pasangan dari kate “ulu” ielah “mudék”. Kate “mudék” beakar kate dari kate “udék”. Udék bemakne "sungai yang sebelah atas (arah dekat sumber)", "daerah di ulu sungai", juga’ bemakne "kampong halaman (tempat beasal-muasal)".

Soal Nama Negeri Kita

Belakangan ini kiranya ramai yang berpendapat ini dan itu mengenai asal usul dan makna nama "pontianak" kaitannya dengan Negeri Pontianak. Tapi apakah semua yang didedahkan itu betul-betul dipahami oleh masyarakat Pontianak?

Kampong Timbalan Raje Beserta Para Pemukanya [Bagian-3]

Selain banyak menguasai berbagai bidang keilmuan, beliau juga banyak memegang peran dalam kehidupan kemasyarakatan. H.M. Kasim Mohan yang merupakan anak sulong (tertua) dari pasangan Muhammad Buraa'i dan Ruqayyah ini merupakan seorang Pejuang di masanya.

Musik Motivasi Setahun Silam

“Satu Kursi untuk Seniman”, begitu tagline kampanyenya. Tekadnya untuk memajukan Kalbar lewat industri kreatif tentu patut diapresiasi. Melalui industri kreatif diharapkannya dapat menjadi jembatan menjulangkan budaya yang memayungi Kalimantan Barat.

Sultan Pontianak; Umara' dan 'Ulama

Kegemilangan Negeri Pontianak salah satunya diasbabkan kepemimpinan para Sultan-nya yang arif dan bijaksana. Sultan-Sultan Pontianak selama masa bertahtanya rata-rata memiliki dua peranan, yaitu berperan sebagai umara', sekaligus berperan sebagai 'ulama.

Puisi Buya Hamka untuk Muhammad Natsir

Kepada Saudaraku M. Natsir | Meskipun bersilang keris di leher | Berkilat pedang di hadapan matamu | Namun yang benar kau sebut juga benar ||

Senin, 29 Juli 2024

Agustus 2000 [Bahagian Kedua]



Hampir penghujung tahun 1999 atau mendekati menyambut tahun baru 2000, dunia menghadapi problem, yang kemudian populer disebut "Y2K". Tak hanya itu, bahkan ada sekte-sekte agama tertentu yang meramalkan bakal terjadi kiamat ketika pergantian tahun 1999 ke tahun 2000 itu.

Kota kelahiranku masa itu adalah kota dengan berbagai problem juga (yang telah dihadapi, yang sedang dihadapi, dan yang akan dihadapi). Sebagai ibu negeri alias ibukota satu di antara provinsi terluas di negara ini, Pontianak menjadi kota yang begitu kompleks dalam banyak hal.

Pra dan pasca reformasi negara, Borneo Barat alias Kalimantan Barat dilanda berbagai persoalan demografi. Peristiwa demi peristiwa terjadi di hadapan. Entah sudah berapa banyak wilayah ini menghadapi cabaran demi cabaran. Anak negeri di wilayah ini kiranya sudah kenyang dengan cabaran-cabaran tersebut.

Sehari-hari kami hidup di wilayah yang bahkan untuk menjalankan adat resam budaya kami pun dihalang-halangi, bahkan dilarang. Di dunia politik bahkan para petinggi negeri dan wilayah kami dikirim dari pusat kekuasaan. Kalaupun ada bumiputera yang coba-coba bersaing saat pemilihan, itu sudah dipastikan kalah.

Pada masa-masa ini rupanya tak hanya meninggalkan memori kelam. Banyak pula kenangan manis jika diingat-ingat. Masa remaja memanglah betul masa yang berapi-api sebagaimana termaktub pada satu lirik lagu gubahan Bang Haji Rhoma Irama.

Semenjak bersekolah di tingkat dasar hingga tingkat menengah atas, aku memang terbiasa mengisi waktu sehari-hari dengan kegiatan bermanfa'at. Dari tingkat dasar aku bahkan sekaligus bersekolah pada dua tempat (Sekolah Dasar pagi hingga siang, Madrasah Diniyyah Awwaliyyah siang hingga petang). Selama empat tahun kujalani itu, yang di kemudian hari jauh ke depan barulah begitu dirasakan manfa'atnya.

Masa-masa remaja pada beberapa tahun menjelang tahun 2000 bagiku merupakan masa-masa yang cukup menentukan hingga taqdir Allah membawa perjalanan hidupku pada suatu yang tak disangka-sangka.

Ini adalah masa-masa yang sangat berkesan dengan pengalaman hidup yang begitu kaya. Pengalaman praktik kerja di stasiun radio, perjalanan hingga ke wilayah hulu Sungai Landak, ke wilayah utara Kalimantan Barat, mengelola pengajian remaja, olahraga beladiri Taekwondo, menjadi pembina Pramuka, mengikuti festival band pelajar, ikut bekerja bersama abangku ketika libur sekolah karena dampak kabut asap pembakaran hutan (alias jerebu), bergaul dengan kawan-kawan lintas etnis dan agama, menjadi asisten ayah ketika pergi ke pasar. Dan sepertinya masih banyak lagi.

Belakangan hari, pengalaman hidup yang begitu kaya ini menjadi bekal yang sangat berharga. Bahawa kehidupan tak datar-datar saja, penuh tantangan dan cabaran. Berliku-liku, jatuh dan bangun, perlu nafas yang panjang menempuhinya. Tak hanya itu, segenap ikhtiar, do'a, ketabahan, dan kesabaran mengiringi setiap jejak langkah.

Tahun 2000 telah berbulan-bulan dijalani, problem Y2K pun telah dilalui dengan selamat. Dan ternyata tak ada satupun ramalan yang terbukti. Sememangnya juga tak ada satupun ramalan yang perlu dipercayai. Kiamat tak terjadi. Dunia nan fana masih tetap eksis, menjadi tempat hidup enam milyar lebih manusia, belum lagi makhluk hidup lainnya. [bersambung....]

Hanafi Mohan,
Tangerang Selatan, Juli 2024


Rabu, 24 Juli 2024

Agustus 2000 [Bahagian Pertama]



Dua puluh empat tahun, masa yang nampaknya telah lama berlalu, tapi tidak bagiku. Serasa baru beberapa masa yang lalu momentum itu berlangsung.

Selepas tamat sekolah dari Sekolah Menengah Kejuruan di Pontianak (SMK Negeri 4 Pontianak alias STM 2 Pontianak), waktu lebih banyak kuhabiskan menjaga kedai/kantin di kawasan sekolah yang ada di kampongku (sekolah tersebut dikelola oleh adik dari ayahku). Selain itu juga lebih banyak bersosialisasi dengan kawan-kawan sebaya, berkegiatan di pengajian remaja, dan semacamnya.

Setahun sebelumnya, ayah telah pergi mendahului kami. Tinggallah kini penopang keluarga kami adalah emak dan abang-abangku. Dengan latar seperti itu, sekiranya selepas tamat sekolah tak ada lain di fikiranku kecuali segera mendapatkan pekerjaan.

Kota Pontianak masa itu sedang bergerak menuju perbaikan demi perbaikan. Krisis moneter yang juga berimbas ke kota kami tentu juga masih membayangi, selain juga krisis-krisis lainnya sebagai dampak dari krisis moneter dan reformasi negara.

Sebagai kota yang sedang menuju perbaikan, tentu Pontianak juga terbuka akan pengaruh ekonomi dan perdagangan masa itu. Satu persatu mulai ada pemodal-pemodal besar masuk ke kota kami, seperti beberapa jaringan retail, dan semacamnya.

Ibarat kata pemuda yang baharu menyelesaikan rangkaian pendidikannya, tentu banyak hal-hal menarik di luar dunianya selama ini. Mendapatkan pekerjaan nampaknya menjadi prioritas utama di masa-masa seperti ini. 

Satu jaringan retail yang cukup terkenal pada masa itu sedang mengembangkan sayap bisnisnya, tak terkecuali ke kota kami. Retail tersebut membuka peluang kepada masyarakat kota kami untuk bekerja di mall yang akan mereka buka.

Melihat peluang tersebut, ramailah kiranya masyarakat Pontianak yang memenuhi persyaratan yang kemudian mendaftar untuk peluang pekerjaan tersebut. Dan aku menjadi satu di antara para pemuda sebaya yang tak tinggal diam ketika mengetahui ada peluang pekerjaan dimaksud.

Masa-masa menunggu hasil dari lamaran pekerjaan ke retail yang diceritakan di atas, sehari-hari aku lebih banyak menghabiskan waktu di kedai/kantin sekolah yang sedang kujaga. Kedai/kantin sekolah tersebut dijalankan secara joint antara abangku dan seorang kerabat kami (guru di sekolah yang dikelola oleh adik dari ayahku). Usia mereka berdua hampir sebaya.

Pemuda-pemuda di kampong kami juga tak tinggal diam. Pada era itu mulai banyak bantuan-bantuan dari administratur negara, misalkan untuk pelatihan enterpreneur dengan macam-macam keahliannya, semisal membuat tempayan penampung air dan beternak ikan keli' (alias ikan lele). Di ujungnya nanti dari hasil pelatihan tersebut berupa praktik kerja langsung membuat tempayan penampung air dan beternak lele, serta memasarkan hasilnya ke konsumen.

Aku sendiri tak ikut terlibat pada pelatihan-pelatihan para pemuda di kampongku itu. Sebaliknya kegiatan-kegiatan pemuda kampongku itu kami jadikan sebagai peluang meramaikan kedai/kantin kami.

Dengan kemampuan serba sedikit mengelola kedai, kami bertiga (aku, abangku, dan kerabat kami itu) semaksimal mungkin menjalankan usaha. Ada sedikit keuntungan dijadikan sebagai tambahan modal.

Bekerja itu sangat mengasyikkan, kiranya lelah tak lagi dirasa. Melayani ramai konsumen dengan berbagai karakternya tentu menjadi tantangan tersendiri bagi seorang belia. Dari konsumen kami ada juga yang menjadi pelanggan.

Kedai kami tak hanya menyediakan makanan dan minuman sebagaimana layaknya kedai di lingkungan sekolah, tapi juga menyediakan keperluan sehari-hari seperti bahan-bahan pokok, dan semacamnya. Menata kedai dan melayani pembeli kiranya menjadi sebahagian keahlian yang patut dimiliki dalam hal ini.

Tak terasa pertengahan tahun 2000 terus bergulir dengan berbagai peristiwanya hinggalah memasuki gerbang bulan Agustus. Seorang belia dengan selaksa citanya yang terus dengan semangatnya yang membuak menyala.

Hari demi hari dalam bulan ini terus berganti. Tak tau ada apa di hadapan nanti. Hidup terus berjalan, taqdir hanya Allah yang menguasai dengan kehendak-Nya yang tak ada satupun makhluq di 'alam nan fana ini dapat menolak. [bersambung....]


Hanafi Mohan,
Tangerang Selatan, Juli 2024

** Sumber Gambar Ilustrasi >> https://www.freepik.com/