Selasa, 01 Januari 2013

2012 dalam Kilasan Kata (sekedar catatan penghujung tahun)



#BORNEO | Tahun 2012 sebentar lagi berakhir, tentunya begitu banyak pula gegap gempita yang telah terjadi. Kemudian tahun 2013 pun menanti di hadapan. Ramai yang telah terbuka matanya, namun lebih ramai lagi yang masih terpejam, terlena oleh slogan-slogan kosong negara dan janji-janji manis penguasa.

Jati diri anak negeri, begitulah kiranya ihwal yang berterus-terusan hendak dilaungkan. Marwah dan daulat negeri-negeri di Kepulauan Melayu ini menjadi pangkal tuju dari setiap gerak langkah putera-puteri negeri yang berjati diri, manusia-manusia di zaman muta-akhir ini yang tak kehilangan jejak identitasnya.

Perspektif demi perspektif telahlah pula diluahkan. Pemahaman kesejarahan, kebudayaan, bahasa, serta berbagai aspek lainnya juga telah didedahkan demi mengkhabarkan kepada khalayak dunia akan gemilangnya tamaddun bangsa zaman berzaman.

Mengenai bangsa, begitupun budaya, tentunya tak sesederhana seperti apa-apa yang ada pada minda masing-masing kepala. Eksistensi suatu bangsa di suatu kawasan, bahkan di banyak kawasan, yang memiliki banyak persamaan (tanpa menafikan banyak sisi perbedaannya) tentunya bukanlah sesuatu yang sim salabim abra kadabra, bukanlah tiba-tiba jatuh dari langit, melainkan semuanya terbentuk melalui proses sejarah yang panjang dan kompleks, dan itu alamiah (bukanlah dipaksakan oleh pihak penguasa seperti halnya yang terjadi di negara ini). Pada seorang anak bangsa mengalir darah sejati dari para leluhurnya, walau sebanyak dan sekompleks apapun pembauran dan peleburan yang terjadi.

Kiranya tak terbantahkan bahwa Negara itu buah cipta manusia, sedangkan Bangsa merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa. Pada satu sisi, keberadaan Negara itu cenderung menebarkan permusuhan dan kebencian, sedangkan pada lain sisi keberadaan Bangsa adalah untuk saling kenal-mengenal, kasih-sayang, dan menebarkan kedamaian di serata dunia.

Hubung-kaitnya pula dengan kemerdekaan, bahwa tak ada gunanya kemerdekaan jika tanpa adanya kedaulatan untuk tegak berdiri di atas kaki sendiri bagi berbagai negeri di Kepulauan Melayu ini. Sehingga sejatinya bukanlah kemerdekaan jika tanpa adanya kedaulatan.

Dalam setahun ini tentunya masih lekat di ingatan, berbagai negeri di negara ini menjerit menuntut keadilan atas ketimpangan, kejanggalan, diskriminasi, dan kezaliman pusat kekuasaan terhadap serata negeri. Bukannya kemudian sigap tangkas tanggap terhadap jeritan berbagai negeri tersebut, malahan pusat kekuasaan semakin asyik-masyuk dengan “drama berseri” yang dibuatnya sendiri.

Bagi putera-puteri negeri yang berjati diri, supaya jangan terlena dan larut dengan “sandiwara saur sepuh” yang disiarkan oleh pemancar-pemancar media yang mengaku sebagai media nasional itu, maka abaikan saja riuh rendah kabar berita di pusat kekuasaan. Begitulah rumusnya. Kemudian di sebalik itu teruslah menyuarakan (bahkan meneriakkan) akan segala macam ihwal penindasan, pengeksploitasian, ketidak-adilan, pendiskriminasian, dan kezaliman akibat penjajahan yang dilakukan oleh pusat kekuasaan terhadap serata negeri di negara ini.

Telah menjadi rahasia umum bahwa orang-orang di negara ini sebenarnya adalah orang-orang yang cepat bosan dan mudah bosan. Kalau tak percaya, ikuti saja pemberitaan-pemberitaan dari pusat kekuasaan itu, paling-paling sebentar kemudian bakal berubah fokus pemberitaannya. Lalu khalayak yang bagai buih itu berubah pula perhatiannya kepada sesuatu yang baru dan lagi panas-panasnya itu. Kemudian berubah lagi perhatiannya kalau sudah bosan, kemudian terpusat pula perhatiannya kepada yang baru, kemudian bosan lagi, begitu saja seterusnya tak ada habis-habisnya. Istilahnya yang masyhur yaitu "panas-panas tai' ayam". Sesungguhnya permasalahan di negara dan masyarakat negara ini bukanlah seperti yang ditampakkan pada berbagai “drama berseri” dari pusat kekuasaan itu, melainkan yang terjadi sebenarnya adalah karena tidak adanya kesetaraan dan hak yang sama di dalam keberagaman.

Putera-puteri negeri yang lahir dan besar di zaman muta-akhir ini sepatutnya sadar sesadar-sadarnya, membukakan mata selebar-lebarnya, sehingga tampak benderang yang memisahkan gelap dan terang. Bahwa masa depan dan kebaikan negeri-negeri kita berada pada eksistensi, persaudaraan, persatuan, dan kebersamaan banyak faksi sebagai sesama putera-puteri negeri yang dilahirkan dan dibesarkan di atas tanah air kita yang terberkahi, negeri dan tanah air leluhur hingga zaman berzaman.

Jika di suatu masa nanti telah maujud berpinar benderang gemilang Tamaddun dan Daulat, maka punah-ranahlah Kuasa Kegelapan itu. Kuasa Kegelapan itu tak lain adalah Puaka yang menyerupa Malaikat. Baik ia-nya terlihat di hadapan, tapi tak dinyana ia menujah dari belakang.

Bagi Negeri dan Tanah kita, titik tekannya adalah "Kalimatun Sawa". Tanpa adanya ini, jangan harap cita bersama demi Tanah Leluhur kita 'kan tercapai. Yang ada kemudian malahan penafian eksistensi suatu faksi oleh faksi yang lainnya. Padahal semenjak berabad-abad silam semua faksi seiya sekata setujuan, yaitu Marwah dan Daulat Negeri-Negeri di Tanah Air kita yang lebih diutamakan di atas kepentingan masing-masing faksi.

Bagai Laksemane Hang Tuah yang keta’atannya tiada kesudahan - tiada penghujung, maka begitulah kiranya putera-puteri negeri bersikap dalam ihwal mencintai Negeri Tanah Tumpah Darahnya, membela Tanah Airnya, menjunjung dan memperjuangkan tegaknya daulat Tanah Leluhurnya yang bermarwah.

Milan Kundera pun menyatakan, bahwa pergulatan manusia melawan kekuasaan adalah pergulatan ingatan melawan lupa. Begitu pula Pangeran Antasari "Panembahan Amiruddin Khalifatul Mu'minin" (Sultan Banjar ke-XXI) berpetuah: "Haram manyarah. Waja sampai kaputing."

Sebagai penutup, patut kiranya merenungkan kata-kata yang disitir dari prolog salah satu film Melayu berikut ini: “Hidop ini bagaikan layang-layang. Bile angén membadai, ie teros terbang mencecah awan. Namon, bile talinye teputos, ie hanyot dibawa' angén, menyerah kepade takdér, tedampar di badai... ombak rindu....

Tetaplah dengan semangat 1Borneo 1Cita-Cita. Melintang patah, tebujor lalu. [~]


- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Hanafi Mohan
Tanah Betawi, 29 – 31 Desember 2012
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -


Sumber Gambar: Dari Album Gambar Muka Depan yang dimuat oleh Page FB "Borneo Raya Design"


Tulisan ini dimuat di Laman "Arus Deras" >>> http://www.hanafimohan.com/

1 ulasan: