Izhar, anak-kemanakku itu, adalah temanku yang begitu banyak memberikan arti pada masa kecilku. Ia banyak mengenalkanku pada hal-hal yang baru. Darinya, aku juga bisa merasakan masa kecil yang begitu indah. Ia begitu senang dengan inovasi-inovasi teknologi terbaru. Darinyalah aku banyak mengenal seluk-beluk wajah kotaku. Yaitu seluk-beluk yang ternyata bukan hanya kawasan budaya dan tradisi yang begitu terlihat di sekitar kampongku, juga sisi lain kotaku yang merupakan kota perdagangan di Kalimantan Barat. Terkadang aku diajaknya menelusuri sisi lain kotaku yang mungkin jarang sekali kulihat.
Pada masa-masa senggang sekolah SD dan madrasah, maka kami mencari hiburan yang lain dari biasanya. Yang pasti, bukan hiburan bernuansa alam sungai, melainkan yang bernuansa teknologi. Jika berkaca dari kemampuan ekonomi keluargaku, maka hiburan seperti ini mungkin begitu jauh bagiku. Tapi lagi lagi, semua ini dimungkinkan oleh Izhar. Hal ini karena keluarga Izhar lumayan berada untuk ukuran kampong kami. Sehingga uang jajan Izhar lebih dari cukup untuk mencecapi hiburan bernuansa teknologi.
* * *
Ketika itu sedang marak-maraknya permainan video game. Untuk mengakses permainan ini, kami harus mendatangi tempat-tempat tertentu yang menyediakan perangkat permainan ini yang biasanya berada di kawasan pasar di seberang kampongku. Yang lagi ngetrend ketika itu adalah Video Game Street Fighter. Karena itulah, tak ayal lagi, Street Fighter lah yang sering kami mainkan. Selain Street Fighter, Video Game Pesawat juga sering kami mainkan.
Lain dengan diriku, lain pula dengan Izhar. Anak-kemanakku ini sangat pandai memainkan berbagai video game itu, sedangkan kemampuan permainanku berada jauh di bawahnya. Karena itulah, aku sering kalah kalau bermain video game, video game apapun itu jenisnya. Tapi hal itu tidaklah membuatku membenci permainan yang satu ini. Aku sendiri terkadang lebih senang melihat orang lain bermain dibandingkan aku sendiri yang memainkannya. Aku lebih senang mengomentari permainan orang lain: salah inilah, salah itulah, kurang inilah, kurang itulah, dan sebagainya.
Karena Izhar begitu pandai bermain video game, maka aku selalu mendukungnya untuk terus meningkatkan kualitas permainannya. Aku memberikan komentar-komentar tajam dan menukik terhadap permainannya, apalagi ketika ia kalah. Izhar sendiri terkadang merasa jengkel dengan setiap komentarku, "Mengapa tak kau saja Pak Anda' yang bermain?" begitulah Izhar terkadang terlepas omong memanggilku. Aku sendiri terkadang senang dengan panggilan itu, karena memang sudah selayaknya keponakanku memanggil secara hormat seperti itu kepadaku. Namun terkadang juga aku merasa risih, seakan-akan aku ini sudah begitu tuanya dipanggil dengan sebutan "Pak". Apalagi aku dan Izhar sebaya. (Anda' artinya adalah orang yang ukuran badannya rendah/pendek).
"Janganlah kau ni Ngah becakap seperti itu! Tak salah kan seorang Pak Mude memberikan nasehat kepada anak-kemanak nya? Tak lain yang aku harap, yaitu agar kualitas permainanmu semakin mantap," begitulah seharusnya seorang paman terhadap keponakannya. (Ngah berasal dari kata Angah, artinya adalah anak yang kedua)
Untuk membuktikan ketangkasan Izhar, aku pun menyarankan kepadanya untuk menantang anak-anak yang lain adu duel memainkan Street Fighter. Izhar menyetujui saranku ini. Seakan-akan aku ini adalah seorang manajer, maka aku menawari anak-anak yang lain yang kuanggap kemampuannya setara dengan Izhar untuk berduel. Tak pelak lagi, beberapa orang anak yang ada di tempat permainan video game itu menyetujui tawaranku. Untuk membuat permainan ini menarik, maka aku menawarkan, bagi yang kalah, maka harus membayarkan seharga 1 koin permainan terhadap yang menang. Tak ayal lagi, banyaklah yang menjadi penantang Izhar, karena persyaratan permainan yang kutawarkan memang tak terlalu berat.
Sebagai taktik permainan, aku menyarankan Izhar untuk menguasai beberapa karakter petarung yang ada pada Video Game Street Fighter. Ini tak lain agar para penantang Izhar menjadi kesulitan membaca tipe permainan Izhar. Ternyata taktik ini berhasil. Para penantang Izhar satu persatu jatuh berguguran, dan kami mendapatkan keuntungan berupa 1 koin setiap kali menang.
* * *
Keponakanku ini pun kemudian menjelma menjadi bintang permainan Video Game Street Fighter. Setiap kali kami mendatangi tempat permainan Video Game, Izhar selalu dielu-elukan bagaikan seorang selebritis. Bahkan ada yang rela membayarkan permainan hanya karena ingin menantang Izhar. Kami memiliki berbagai macam taktik agar selalu menang. Selain penguasaan berbagai macam karakter petarung, aku juga menyarankan Izhar untuk mengalah pada awal-awal permainan, kemudian menggempur habis-habisan pada akhir permainan. Ini tak lain agar Izhar bisa mengetahui kemampuan dan taktik lawannya. Izhar membuat para penantangnya itu berada di atas angin pada awal-awal permainan, sehingga mereka menjadi mabuk kemenangan dan lengah pada permainan-permainan selanjutnya.
Ada juga penantang keponakanku ini yang begitu penasarannya karena selalu kalah, sehingga mereka menggunakan cara-cara yang licik untuk menang. Mengetahui hal ini, tentunya Izhar menjadi panas dibuatnya. Kalau sudah seperti ini, terkadang berujung pada tantangan untuk adu otot berkelahi. Untungnya ada aku yang bisa meredam emosi Izhar, sehingga tak terjadilah perkelahian. Apalagi memang banyak anak-anak lain yang membela Izhar, karena memang mereka mengetahui bahwa Izhar berada di pihak yang benar. Dan mereka juga mengetahui, bahwa kualitas permainan Izhar berada di atas rata-rata, sehingga tak mudah mengalahkannya, kecuali dengan cara-cara yang licik.
Dari permainan seperti ini, kami pun mendapatkan begitu banyak teman. Bosan di satu tempat permainan video game, maka kami pun mencari tempat yang lain. Setiap tempat permainan yang kami datangi, selalu aroma persahabatan yang kami tebarkan. Karena kami menyadari, tak ada gunanya mencari musuh. #*#
[Hanafi Mohan – Ciputat, medio April 2009]
Cerita sebelumnya
Kembali ke Daftar Isi
Sumber gambar ilustrasi: http://www.gossipgamers.com/ dan http://www.errolgames.com/
0 ulasan:
Posting Komentar