Kamis, 08 Agustus 2024

Agustus 2000 [Bahagian Ketiga]



Perubahan, kiranya itulah kata yang dapat menggambarkan suasana dunia di persekitaran tahun 2000. Revolusi, reformasi, restorasi, restrukturisasi, entah re-re apalagi, bertaburan kata-kata bermakna "perubahan" itu di hampir semua media massa, setiap hari publik asyik membicarakannya.

"Sekali air bah, sekali tepian berubah", begitulah kiranya Bangsa Melayu mengumpamakannya dalam sebuah peribahasa. Perubahan dalam skala global, bahkan perubahan secara personal, itu akan ber-impact pada perubahan yang lebih besar lagi. 

Inilah era yang meninggalkan kenangan begitu banyak pada orang-orang yang hidup di masanya. Dan kemudian kita kembali lagi pada kisah seorang belia yang menjadi penjaga/pelayan sebuah kedai/kantin sekolah plus bahan-bahan pokok.

Ternyata menjadi pelayan kedai memerlukan beberapa kecakapan. Ramah ketika melayani, faham dan hafal harga-harga yang dijual, jujur, pandai berhitung, cepat dan tepat ketika melayani. Belum lagi dengan sukatan, tentu harus faham juga. Misal di Pontianak ketika itu ada beberapa sukatan khas, misalkan beras dan gula disukat menggunakan blék susu kental manis (1 blék = 1 canténg = 2,5 ons = 250 gram). Kalau ada yang belanja "Beli secanténg gule", itu maknanya membeli gula sebanyak 250 gram.

Masa itu kompor minyak tanah masih populer digunakan. Hampir setiap rumah masih menggunakan kompor yang legend ini, bahkan seperti di Pontianak masa itu masih ada juga rumah-rumah tertentu yang menggunakan tungku kayu api. Kompor gas hanya digunakan di rumah-rumah tertentu saja, biasanya kalangan menengah ke atas ataupun kalangan yang memang sudah familiar dengan kompor gas.

Hampir setiap kedai bahan keperluan pokok di Pontianak ketika itu menjual minyak tanah juga. Biasanya sukatannya menggunakan botol kecap (botol beling/botol kaca). Kedai kami waktu itu seingatku memang tidak menjual minyak tanah. Mungkin karena memang tidak terlalu praktis untuk dijual. Dengan alasan yang sama pula, kami juga tidak menjual minyak lemak alias minyak goreng.

Masih ada beberapa lagi yang khas di Pontianak terkait kebiasaan sehari-hari ketika berbelanja di pasar ataupun kedai. Terkait sukatan, istilah-istilah, dan sebagainya. Misal, telur biasanya dijual-belikan per-butir, nama-nama bahan keperluan sehari-hari juga banyak yang khas yang di tempat lain mungkin berbeda namanya, ada juga bahan-bahan keperluan sehari-hari yang biasanya ada dijual di Pontianak sedangkan di tempat lain mungkin jarang ataupun tidak ada.

Jualan kami semakin hari sedikit demi sedikit bertambah. Hampir dapat dikatakan hari-hari kami tenggelam dalam perkara mengurus kedai. Namun tak ketinggalan pula kami dengan kegiatan yang lain. Abangku sambil kuliah di Universitas Terbuka, rekan join abangku juga sambil mengajar dan kuliah. Begitu pula aku juga tak ketinggalan dengan kegiatan pengajian remaja dan latihan taekwondo.

Berorganisasi adalah satu dari sekian hobbyku. Sebetulnya bibit-bibit suka beorganisasi ini sudah tersemai sejak aku menempuh pendidikan Sekolah Dasar. Menjadi ketua kelas, petugas upacara, Pramuka, panitia acara, dan semacamnya.

Selain berorganisasi, aku juga sangat suka berkompetisi, tentunya dalam konteks yang positif. Hal ini juga terbiasa dari semenjak menempuh pendidikan di Sekolah Dasar. Mengikuti Lomba Cerdas Cermat, Lomba Azan, dan beberapa yang lainnya.

Tanpa terasa, tahun 2000 telah berjalan dari detik berganti detik, menit berganti menit, jam berganti jam, hari berganti hari, pekan berganti pekan, juga bulan berganti bulan. Saat-saat yang tak diduga-duga semakin mendekat. Si pemuda belia tetap saja tidak tau akan hal-hal tak diduga yang bakal dihadapinya ke depan. Hidup sungguh diliputi misteri. Juga taqdir tak ada satupun makhluq yang dapat mengiranya. [bersambung....]

Hanafi Mohan,
Tangerang Selatan, Juli-Agustus 2024

0 ulasan:

Posting Komentar