Senin, 12 Desember 2022

Melancong ke Negeri Lampung



Lebih kurang 10 tahun tak pernah ke pelabuhan dan naik kapal. Kini merasakan lagi momen seperti itu (ke pelabuhan dan naik kapal). Begitu sekiranya yang kurasakan di Ferry Penyeberangan Merak-Banten hendak ke Bakauheni-Lampung, hari Juma’at petang, 16 September 2022.

Kapal, pelabuhan, laut, tentu dapat menyibak relung-relung kenangan silam. Dengan demikian perjalanan kali ini tak setakat pelancongan rekreasi, lebih dari itu bahkan bakal mendedah serba sedikit ehwal sejarah, tamaddun, serta hal-hal terkait lainnya.

Sekitar 22 tahun silam pertama kali naik kapal penumpang dan mengharungi lautan. KM Lawit nama kapalnya, 75.000 Rupiah harga tiketnya. Pertama kali merantau meninggalkan kampong halaman, berbekal keinginan mengubah hidup menjadi lebih baik lagi.

Selama 10 tahun (2000 - 2010) rutin melancong dari Pontianak ke Jakarta dan dari Jakarta ke Pontianak. Kedua rute yang berlainan arah ini punya ceritanya sendiri-sendiri. Rute Pontianak-Jakarta itu lebih kental dengan rasa hancur lebur berkeping-keping. Sementara Rute Jakarta-Pontianak kebalikannya.

Kapal, pelabuhan, laut, tak setakat menyibak, bahkan dapat menggali nostalgia yang sekiranya tak mungkin terlupakan dari lembaran-lembaran kenangan.

Setelah meninggalkan kampong halaman, usaha menggapai mimpi dan cita-cita demi masa depan yang lebih benderang kiranya tak pernah selangkah pun beranjak mundur.

Menjadi pioner di antara saudara kandung dalam hal merantau hingga ke luar Tanah Borneo merupakan suatu yang tak diduga-duga. Keistimewaan tersebut bukanlah tiba-tiba turun dari langit, bukanlah bintang jatuh, melainkan seumpama buah daripada pokok yang bertumbuh dari kecil hingga membesar diri melalui perawatan yang tak kenal kata lelah. Dirawat dengan cara yang baik, bukan dengan asal-asalan rawatan.

Kapal, pelabuhan, dan laut dengan demikian menjadi perumpamaan akan usaha yang pantang menyerah. Kerana ia nya usaha, maka itu merupakan proses. Usaha dan proses, tak hanya hasil.

Laut dan pantai itu menyiratkan ketenangan, terlebih pada malam hari. Ketenangan itu hadir dari dalam diri. Terkemudiannya ketenangan mawjud menjadi kebahagiaan.

Sebagai kaum pesisir, aku tentu begitu terbiasa dengan suasana pesisir. Setiap kali berada di wilayah pesisir, aku langsung dapat merasakan kedekatan dengan alamnya, dengan masyarakatnya (kaumnya), bahkan dengan wilayah/negerinya.

Kali ini ke Negeri Lampung, membawa hingga menelusuri Pulau Pahawang. Banyak spot snorkeling, serta objek-objek lainnya. Menuju ke pulaunya menggunakan kapal motor kecil, tapi dapat membawa rombongan kami yang berjumlah sekitar 20 orang ditambah barang-barang bawaan. 

Lampung punya sejarah panjang, begitupun tamaddunnya yang gemilang di masa silam. Hingga kini kegemilangan tersebut tentu masih menjejak di Bumi Lampung. Membicarakan Lampung seolah mendedah ungkaian sejarah yang begitu panjang, yang dapat membuat sesiapapun ta'zhim kepada Lampung. 

Sebegitu Lampung, sebegitu pula banyak negeri di Kepulauan Melayu ini yang memiliki ungkaian sejarah yang begitu panjang serta tamaddun yang gemilang di masa silam. Generasi kini memang tak hidup di masa silam, tapi generasi kini patut mengambil ibrah dari masa silam untuk kebaikan negerinya di masa hadapan.

Menjejakkan kaki di Pulau Sumatera kali ini merupakan yang kedua kali setelah yang pertama (sekitar Januari 2014) di luar rencana transit sebentar di Bandar Udara Negeri Palembang (Bandar Udara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II), dalam perjalanan dari Jakarta ke Negeri Pontianak.

Dalam memoriku, Sumatera itu memiliki tempat istimewa, sama istimewanya seperti Semenanjong Tanah Melayu. Dan tentu Tanah  Borneo, terutama Borneo Barat dan Negeri Pontianak menempati posisi paling istimewa dalam memoriku. 

Selain kerana Sumatera dan Semenanjong Tanah Melayu itu sama-sama merupakan Tanah Melayu sebagaimana Tanah Borneo, juga beberapa leluhurku ada yang berasal dari Tanah Sumatera, Riau (kini Kepulauan Riau), dan Semenanjong Tanah Melayu, selain juga leluhurku yang berasal dari Tanah Borneo (Negeri Banjar dan sekitarnya). Sebegitulah adanya posisi istimewa kawasan-kawasan dimaksud dalam memoriku.

Dalam masa yang telah dilewati ini, sudah dua tanah Melayu di Sumatera yang dilawati, walaupun hanya sebentar (Negeri Palembang dan Negeri Lampung). Tentu belumlah banyak yang dapat diselusuri hanya dengan waktu beberapa hari ini. 

Masih terazham keinginan bila-bila masa nanti terjejaklah kaki ini ke negeri-negeri Melayu lainnya di Sumatera dan sekitarnya, sekurang-kurangnya ke negeri-negeri asal leluhurku (Negeri Minangkabau, Negeri Siak Seri Inderapura, Daik-Negeri Lingga).

Terlebih lagi dapat menjejakkan kaki ini ke negeri-negeri Melayu lainnya di Kepulauan Melayu, di serata Alam Melayu ini. [#*#]

Hanafi Mohan,
Ditulis selama perjalanan melancong ke Negeri Lampung, 16-18 September 2022

0 ulasan:

Posting Komentar