Hikayat Dunia

Kita hanya pengumpul remah-remah | Dari khazanah yang pernah ada | Kita tak lebih hanya penjaga | Dari warisan yang telah terkecai ||

Pontianak Singgah Palembang

Daripada terus berpusing-pusing di atas Negeri Pontianak, yang itu tentu akan menghabiskan bahan bakar, maka lebih baik pesawat singgah dahulu ke bandar udara terdekat. Sesuai pemberitahuan dari awak pesawat, bandar udara terdekat adalah Bandar Udara Sultan Mahmud Badaruddin II, Negeri Palembang.

Mudék ke Ulu

Pasangan dari kate “ulu” ielah “mudék”. Kate “mudék” beakar kate dari kate “udék”. Udék bemakne "sungai yang sebelah atas (arah dekat sumber)", "daerah di ulu sungai", juga’ bemakne "kampong halaman (tempat beasal-muasal)".

Soal Nama Negeri Kita

Belakangan ini kiranya ramai yang berpendapat ini dan itu mengenai asal usul dan makna nama "pontianak" kaitannya dengan Negeri Pontianak. Tapi apakah semua yang didedahkan itu betul-betul dipahami oleh masyarakat Pontianak?

Kampong Timbalan Raje Beserta Para Pemukanya [Bagian-3]

Selain banyak menguasai berbagai bidang keilmuan, beliau juga banyak memegang peran dalam kehidupan kemasyarakatan. H.M. Kasim Mohan yang merupakan anak sulong (tertua) dari pasangan Muhammad Buraa'i dan Ruqayyah ini merupakan seorang Pejuang di masanya.

Musik Motivasi Setahun Silam

“Satu Kursi untuk Seniman”, begitu tagline kampanyenya. Tekadnya untuk memajukan Kalbar lewat industri kreatif tentu patut diapresiasi. Melalui industri kreatif diharapkannya dapat menjadi jembatan menjulangkan budaya yang memayungi Kalimantan Barat.

Sultan Pontianak; Umara' dan 'Ulama

Kegemilangan Negeri Pontianak salah satunya diasbabkan kepemimpinan para Sultan-nya yang arif dan bijaksana. Sultan-Sultan Pontianak selama masa bertahtanya rata-rata memiliki dua peranan, yaitu berperan sebagai umara', sekaligus berperan sebagai 'ulama.

Puisi Buya Hamka untuk Muhammad Natsir

Kepada Saudaraku M. Natsir | Meskipun bersilang keris di leher | Berkilat pedang di hadapan matamu | Namun yang benar kau sebut juga benar ||

Sabtu, 28 Desember 2019

Zamaan Yaa Zamaan


Hadap berhadap Vredeburg
Tika hari yang baharu
Setelah hari-hari yang berlalu

Takkanlah sama sehari sahaja
Di mercu tanda Negeri Khatulistiwa
Sepanjang Sungai Batang Lawai
Atau menjejak sejenak di pusat kedaulatan negeri
Khazanah warisan sultan yang alim nan wara’

Kini tegak berdiri di hujung masa
Di kaki taqdir tak dapat kira
Zamaan yaa zamaan

Seumpama cita
Hendak capai setinggi langit
Khayaal yaa khayaal

Lapis mata dikabut dusta
Kerana cinta angkara
Semuanya rona duniawi
Sungguh tak ada yang haqiqi
Jamaal yaa jamaal

Beruntai sastera
Madah petuah bijaklaksana
Kalaam yaa kalaam


# #


Hanafi Mohan,
Tanah Betawi, Juma’at, 4 Desember 2015


Sumber gambar ilustrasi: https://oediku.wordpress.com/

Kamis, 26 Desember 2019

Masa Berganti Masa


Pernah kami dipisahkan,
Berjarak oleh sempadan
Oleh laut, juga selat,
Gunung, ada pula tembok, dinding,
Tiang, garis khayal,
Bahkan waktu dan ruang hampa

Pernah kami diadu-adu,
Bersemuka-semuka sesama saudara,
Bersilang-sengketa sesama kaum sebangsa,
Kerana diasah-asah oleh fitnah celupar

Sana sini ada batu api
Berselubung mengaku saudara
Tak terkecuali juga mengaku seiman

Teringatlah kami peristiwa silam
Tumpas punah ranah pemuka negeri
Hancur luluh lantak semesta kampong halaman

Tersilap kata cukup sekali
Tersalah langkah tak usahlah lagi

Masa berganti masa
Zaman beralih zaman
Musim bertukar musim
Patah tumbuh, hilang berganti

Gilang gemilang masihlah jauh
Generasi lalu telah ukir sejarah
Generasi kini masih tertatih-tatih,
Memerangkaki zaman tak menentu

# #


Hanafi Mohan,
Tanah Betawi, 12 April 2015 – 26 Desember 2019


Sumber gambar ilustrasi: https://techno.okezone.com/


Selasa, 24 Desember 2019

'Ulama Kampong Tambelan beserta Warisan 'Ilmunya


1) Haji Muhammad Qasim bin Nakhoda Haji Ahmad bin 'Abdullah (Dato’ Senara)

Di antara ‘ulama yang berasal dari Pontianak yang menghasilkan karya ialah Haji Muhammad Qasim. Nama lengkapnya yaitu: Haji Muhammad Qasim bin Nakhoda Haji Ahmad bin ‘Abdullah (Dato’ Senara) bin ‘Ali (Dato’ Bendahara di Kuantan) bin Tuan Kadi Ahmad.

Beliau wafat dalam usia lebih dari 100 tahun, pada hari Rabu, pukul 9:30 pagi, pada bulan Rabi’ul Awwal sanat 1341 Hijriyyah, di Kuala Maras – Jemaja - Pulau Tujuh - Kepulauan Riau.

Nampaknya hasil karya beliau dalam tahun 1238 Hijriyyah adalah mendahului karangan ‘ulama-‘ulama Pontianak yang lainnya. Karya yang dimaksudkan itu ialah berjudul “Ushuluddin fi Sabilil I’tiqad”, diselesaikan pada tarikh 2 haribulan Syawwal sanat 1238 Hijriyyah. Kandungan kitabnya ini membicarakan aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah. Cetakan yang kedua yaitu oleh Mathba’ah Al-Ikhwan, Singapura, awal Rabi’ul Awwal 1337 Hijriyyah.

Jika diperhatikan jarak waktu dari karya di atas diselesaikan (tahun 1238 Hijriyyah) hingga beliau wafat (tahun 1341 Hijriyyah) ialah 103 tahun. Sekiranya sewaktu menulis itu beliau berusia 20 tahun, maka ini berarti beliau wafat dalam usia 123 tahun.

(Dari beberapa sumber tertulis memang tidak menyebutkan bahwa Haji Muhammad Qasim bin Nakhoda Haji Ahmad bin ‘Abdullah/Dato’ Senara lahir di Kampong Tambelan/Kampong Timbalan Raje, Negeri Pontianak. Tapi jika disusur-galuri silsilahnya kemungkinan besar beliau/Haji Muhammad Qasim memang lahir di Kampong Tambelan. Ini barulah sebatas perkiraan penulis jika menyusur-galuri silsilahnya yang bersambung dengan beberapa orang Pemuka Kampong Tambelan, baik dari fihak perempuan maupun dari fihak laki-laki.)


2) Muhammad ‘Umar bin Encik Harun bin Malim Bungsu

Ibunda beliau bernama Ruqayyah binti Haji 'Abdul Qadir bin Haji 'Abdul Ghani bin Wan Muhammad Daram bin Encik Wan Mat Thalib bin Encik Wan Jermat bin ‘Umar (Megat Laksamana) bin 'Utsman (Dato’ Kaya Megat Patan Pahang) bin Tuan Kadi Haji Ahmad. Beliau merupakan seorang Nakhoda Pelayaran dan juga Pakar Pengobatan Tradisional (Tabib). Beliau juga menguasai banyak bidang ilmu, terutama sekali ilmu Tawhid dan Tasawwuf. Beliau mempraktikkan pelayaran dan pengobatan yaitu hasil daripada usaha yang gigih melalui pengembaraan ke berbagai negeri di Dunia Melayu (Kepulauan Melayu) ini. Muhammad ‘Umar bin Encik Harun menghasilkan beberapa karya berupa Syair, Kitab Pengobatan (Pertabiban), dan juga Jurnal Pelayaran.

Muhammad ‘Umar bin Encik Harun lahir di Kampong Tambelan (Kampong Timbalan Raje), Negeri Pontianak, Borneo Barat, pada malam Khamis 3 Jumadil Awwal 1275 Hijriyyah/9 Desember 1858 Miladiyyah. Wafat pada usia 73 tahun pada malam Ahad, jam 12.00 lebih sedikit, 28 Shafar 1348 Hijriyyah/4 Agustus 1929 Miladiyyah. Mendapat pendidikan ‘azaz daripada lingkungan keluarga sendiri di Kampong Tambelan, Pontianak. Selain itu, Muhammad ‘Umar bin Encik Harun juga belajar daripada beberapa orang ‘ulama yang datang ke Pontianak pada zaman itu.

Ulama Bangsa 'Arab pada zaman itu sangat ramai, di antara mereka ialah Sayyid Shalih az-Zawawi dan anaknya, Sayyid 'Abdullah az-Zawawi. Muhammad 'Umar bin Encik Harun sempat belajar dengan kedua-dua 'ulama 'Arab itu. Selain itu, para 'ulama di Negeri Pontianak juga ada yang datang dari Negeri Banjar, Bugis, Negeri Patani, Negeri Kelantan, Negeri Terengganu, dan tempat-tempat lainnya.

Karya-karya Muhammad ‘Umar bin Encik Harun bin Malim Bungsu:

I- "Jurnal Pelayaran dan Petua Melayu", diselesaikan antara tahun 1291 Hijriyyah/1874 Miladiyyah hingga 1293 Hijriyyah/1876 Miladiyyah. Antara topik penting yang ditulisnya yaitu: [1] Perkara Jurnal Pelayaran dari Pontianak Mau Pergi di Tanah Jawa dan Kotaringin. [2] Perkara Jurnal Pelayaran dari Kuala Sambas Mau Pergi Singapura Hendak Tahu Duduknya Pulau-Pulau di Sebelah Barat Adanya. [3] Perkara Jurnal Menyusul dari Tanah Jawa Sampai di Tanah Barat Maka Tersebut Satu-Satu Pelayaran Adanya. Selanjutnya tentang pelayaran dinyatakan juga ukuran-ukuran perahu, serta mengenai pelangkahan.

II- "Syair Negeri Tambelan", selesai penulisan tercatat pada halaman akhir: Tamatlah syair hari Ahad, bulan Muharram tahun lebih empat" (menurut Wan Mohd. Shaghir Abdullah, tarikh yang dimaksud yaitu hari Ahad, Muharam 1304 Hijriyyah). Di dalam bait-bait Syair Negeri Tambelan pun ada disebut samar-sama mengenai hal ini: "Tamatlah syair harinya Ahad/ Di Negeri Tambelan kita membuat/ Bulan Muharram tahun lebih empat/ Orang negeri tiada sepakat."

Menurut tela'ahan Aswandi Syahri, bahwa syair ini ditulis pada akhir abad-19 Miladiyyah, ketika Kesultanan Pontianak diperintah oleh Sultan Syarif Muhammad Al-Qadrie (1895-1944 Miladiyyah). Jika mengacu kepada kolofon Syair Bab al-Nikah yang selesai disalin pada 7 Mei 1896 Miladiyyah (24 haribulan Dzulqa'idah malam Juma'at pukul 12 kepada tahun sanah 1313 Hijriyyah), maka larik syair "Bulan Muharram tahun lebih empat" bermakna Syair Negeri Tambelan selesai dibuat atau dikarang empat tahun setelah Syair Bab al-Nikah selesai disalin, yaitu pada tahun 1317 Hijriyyah bersamaan dengan 1899 Miladiyyah.

Kandungannya membicarakan asal usul keturunan Dato' Kaya Tambelan yang ditulis dalam bentuk puisi/syair. Juga secara umumnya mengenai Pulau Tambelan pada akhir abad-19 Miladiyyah.

III- "Buku Perobatan", kandungannya secara umum yaitu catatan mengenai bermacam-macam jenis penyakit dan cara mengobatinya. Pada "Buku Perobatan" ini, oleh Muhammad ‘Umar bin Encik Harun pada setiap sesuatu obat dicatatnya juga nama seseorang yang mengajarkannya mengenai obat yang dimaksud, tarikh penerimaannya, serta lengkap dengan nama tempat atau negeri yang dirantauinya.

IV- Menyalin sebuah karya Raja Ali Haji yang berjudul "Syair Bab an-Nikah" (ada juga yang menyebutnya "Syair Hukum Nikah" ataupun "Syair Suluh Pegawai"). Selesai penyalinan tercatat pada halaman akhir, "Tersurat di Negeri Tambelan pada 24 hari bulan Dzulqa'idah, malam Khamis pukul dua belas kepada tahun sanah 1313." Dan menyalin surat Bab an-Nikah Dato' Petinggi Tambelan, dan dia menyalin surat Raja Ali Riau, Pulau Penyengat.


3) Haji Isma'il bin Haji Musthafa

Beliau berperan sebagai seorang Ahli Pengobatan (Tabib). Beliau dikenal di kalangan masyarakat luas di luar Borneo Barat sebagai seorang yang menyusun kitab pengobatan Melayu. Masyarakat Semenanjung Tanah Melayu (Malaysia Barat) yang masih banyak menggunakan pengobatan tradisional mengambil pelajaran dari kitab yang dikarang oleh beliau.

Karya-karya Haji Isma'il bin Haji Musthafa yang telah ditemui antara lain yaitu:

I- "Ilmu al-Hikmah wa at-Thib" atau "Hikmah dan Perobatan" (judul sebenarnya tidak diketahui). Karya ini mulai disalin dari buku Haji Musthafa bin Haji Mahmud pada malam Selasa, di Kampong Tambelan, tarikh 9 Rajjab 1298 Hijriyyah, dan diselesaikan pada tarikh 19 Rajjab 1302 Hijriyyah. Kandungannya membicarakan mengenai ilmu hikmah dan berbagai jenis perobatan dalam bentuk wafaq, do’a, fadhilat ayat, ilmu astronomi, jampi-jampi Melayu, tumbuh-tumbuhan, organ binatang, dan lain-lain.

II- "Ilmu Perobatan Melayu", diselesaikan pada hari Rabu, bulan Dzulhijjah 1325 Hijriyyah. Kandungannya membicarakan mengenai perobatan yang bersumberkan dari tumbuh-tumbuhan di Alam Melayu sendiri.


4) Haji Muhammad ‘Arif bin Encik Muhammad Thahir bin Malim Sutan bin Jupa Suara bin Dato’ Bendahara bin Tuan Kadi Ahmad

Ibunda beliau yaitu Zainab binti ‘Abdul Mannan yang melahirkan tokoh ini di Kampong Tambelan (Kampong Timbalan Raje), Negeri Pontianak, pada hari Rabu, pukul 4 petang 29 Rabi’ul Akhir 1279 Hijriyyah. Wafat pada hari Ahad, pukul 1 tengah hari pada 6 Dzulqa’idah 1353 Hijriyyah di Kampong Tambelan, Pontianak, Borneo Barat. Karya Haji Muhammad ‘Arif antara lain:

I- "Matnul Ajrumiyah", diselesaikan di Semarang, 29 Muharram 1291 Hijriyyah. Yaitu mengenai Nahwu Arab yang diberi gantungan makna Melayu.

II- Sebuah buku catatan dengan kandungan: asal-usul datok neneknya, yaitu Dato’ Bendahara. Karya Haji Muhammad Arif yang dimaksud itu juga membahas mengenai hal-éhwal Sejarah Kesultanan Pontianak.


5) Haji ‘Abdus Shamad bin Encik Harun bin Malim Bungsu

Ibunda beliau yaitu bernama Ruqayyah binti Haji ‘Abdul Qadir bin Haji ‘Abdul Ghani. Tokoh ini adalah abang daripada Muhammad ‘Umar bin Encik Harun bin Malim Bungsu. Lahir di Kampong Tambelan (Kampong Timbalan Raje), Negeri Pontianak, malam Selasa pukul 12, tarikh 5 Syawwal 1264 Hijriyyah. Wafat pada hari Selasa, pukul 7 pagi, tarikh 4 Syawwal 1343 Hijriyyah, dalam usia 79 tahun.

Karyanya yang telah ditemui ialah "Rumus Hisab dan Jurnal Pelayaran", diselesaikan pada tahun 1316 Hijriyyah. Kandungannya yaitu mengenai rumus hisab atau perkiraan barangan yang semuanya menggunakan kode tertentu. Selain itu juga membahas mengenai "Perkara Jurnal Pelayaran dari Kuala Pontianak Pergi di Tanah Jawa dan serta Pergi di Kutaringin Pergi di Banjarmasin".


6) ‘Abdul Wahhab bin Haji ‘Abdurrahman bin ‘Abdul Jeragan bin Nakhoda ‘Abdul Mannan bin Nakhoda Ahmad bin ‘Abdullah (Dato’ Bendahara)

Tokoh ini lahir di Kampong Tambelan (Kampong Timbalan Raje), Negeri Pontianak, pukul 2 pagi Juma’at, tarikh 2 Shafar 1302 Hijriyyah. Ibunya bernama Zainab binti Encik Harun. Sepanjang hayatnya telah menghasilkan banyak karya. Antara lain karyanya yang telah ditemui yaitu:

I- “Ilmu Binaan”, judul sebenarnya tidaklah diketahui, diselesaikan pada tarikh 15 Ramadhan 1333 Hijriyyah/28 Juli 1915 Miladiyyah sampai 1921 Miladiyyah. Kandungannya yaitu membicarakan ilmu binaan, cara-cara membuat rumah lengkap dengan jenis-jenis atau nama-nama ukuran yang digunakan. Juga terdapat beberapa catatan lainnya.

Pada halaman depan dicatatkan, “1333-1915. Pontianak tanggal 15 Ramadhan bersama-sama bulan Juli. Yang empunya ini, hamba ‘Abdul Wahhab bin Haji ‘Abdurrahman Tambelan.

II- “Keturunan Minangkabau”, catatan selesai penulisan terdapat pada halaman depan, “Pontianak tanggal kepada 26 Muharram 1345 waktu itulah sahaya ‘Abdul Wahhab bin Haji ‘Abdurrahman habis menulis ini surat salasilah keturunan tua-tua dari asal dulu-dulu. Ada juga yang ditambah-tambah yang setahunya menyalin dalam buku nenda Haji Sulaiman bin ‘Abdul Mannan adanya.

Catatan dilengkapi dengan tandatangan yang dinyatakan, “ila Pontianak Kampong Tambelan, tandatangan, tarikh 6-8-1926”. Kandungannya membahas mengenai jalur keturunan pembesar yang berasal dari Minangkabau yang menjadi raja/pembesar di beberapa tempat di antaranya ialah: Johor, Pontianak, Dato’ Kaya Tambelan, Dato’ Kaya Serasan, Pembesar di Champa/Kemboja, dan lain-lain.

III- “Ilmu Tawhid”, diselesaikan pada 3 Dzulhijjah 1348 Hijriyyah. Kandungannya membahas mengenai aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Manuskrip atau tulisan tangan asli ‘Abdul Wahhab bin ‘Abdurrahman, Kampong Tambelan, Pontianak.

IV- "Catatan Peristiwa", diselesaikan pada malam Khamis, jam 8.00, tarikh 12 Rabi’ul Akhir 1358 Hijriyyah. Kandungannya mengenai catatan tahun lahir, wafat, dan berbagai peristiwa di lingkungan keluarga besar ‘Abdul Wahhab bin Haji ‘Abdurrahman dari tahun 1225 Hijriyyah hingga tahun 1358 Hijriyyah.

# #


Dihimpun oleh: Hanafi Mohan
di Tanah Betawi, Pertengahan Mei - Penghujung Juli 2013 Miladiyyah


Dihimpun dari berbagai sumber, antara lain:

- Artikel berjudul “Mengenali Pelbagai Karya Ulama Borneo”, Oleh: Wan Mohd. Shaghir Abdullah [dimuat di Akhbar “Utusan Malaysia”, pada 17 Maret 2008]

- Artikel berjudul “Lima Orang Bernama Ismail Tokoh Ulama Melayu di Kalimantan Barat”, Oleh : H. Dato Zahry Abdullah Al-Ambawi dan M. Natsir

- Artikel berjudul “Pengembaraan dan Pengubatan Muhammad Umar”, Oleh: Wan Mohd. Shaghir Abdullah [Dimuat di Akhbar “Utusan Malaysia”, pada 5 Desember 2005]

- Artikel berjudul “Syair Negeri Tambelan”, Oleh: Aswandi Syahri [Dimuat di Majalah “Batam Pos” Edisi 15, Minggu III Mei 2013, pada Kolom “Kutubkhanah”]

- Artikel berjudul “Ulama-Ulama Pontianak dan Karya Mereka (bhg.2)”, Oleh: Wan Mohd. Shaghir Abdullah [dimuat di Akhbar “Utusan Malaysia”, pada 24 Maret 2008]



Minggu, 22 Desember 2019

Restorasi Madrasah Kite


Dari sekian banyak kata yang bermiripan atau hampir semakna, kiranya kata "restorasi" (Bahasa Inggris: restoration) yang dalam Bahasa Melayu maknanya adalah memulihkan atau mengembalikan yang akan dipergunakan dalam tulisan singkat ini. Objek dari pembahasan restorasi dimaksud adalah "Madrasah Kite". Dalam hal ini, "madrasah kite" yang dimaksud adalah Madrasah Diniyyah Awwaliyyah Haruniyah (MDA Haruniyah).

Madrasah Kite, yaitu MDA Haruniyah sudah berdiri sejak tahun 1986. Awal mulanya bernama Pondok Pengajian Agama Islam Haruniyah, yang kemudian berubah menjadi bernama Madrasah Diniyyah Awwaliyyah Haruniyah.

Nama "Haruniyah" sendiri diambil dari nama seorang Ulama Pontianak yang cukup masyhur ketika itu, yakni Al-Mukarram Al-Ustadz Harun bin Haji 'Abdurrahman bin Haji 'Abdul Qadir bin Haji 'Abdul Mannan. Beliau (Al-Mukarram Al-Ustadz Harun) sebelumnya pernah menjadi Kepala Madrasah Al-Raudhatul Islamiyah, Kampong Tambelan, Pontianak. Dan kemudian juga pernah menjadi Kepala KUA (Kantor Urusan Agama) Telok Pakedai, Kubu.

MDA Haruniyah tepat terletak di Kampong Tambelan, Pontianak. Didirikan oleh ulama, pemuka, dan masyarakat Kampong Tambelan, di bawah asuhan Al-Mukarram Al-Ustadz Haji Muhammad Yunus Mohan (yang ketika itu belumlah menunaikan ibadah Haji).

Sejak didirikan pada tahun 1986, MDA Haruniyah telah mendidik begitu ramai murid yang berasal dari sekitar Pontianak Timur. Saya sendiri merupakan murid angkatan ke-empat, yaitu Angkatan Masuk tahun 1989. Ketika itu saya baru kelas 2 Sekolah Dasar.

Pada masa itu, MDA Haruniyah dengan berbagai macam kegiatannya sungguhlah menyemarakkan Kampong Tambelan. Para orang tua murid pun begitu bersemangat mendukung segala macam gerak langkah MDA Haruniyah dalam pembelajaran. Ada kebanggaan tersendiri dari para orang tua murid yang dapat menyekolahkan anaknya di MDA Haruniyah, yang belakangan hari semangat semacam ini kemudian semakin surut bersamaan dengan hadirnya berbagai lembaga pendidikan di Pontianak dengan beragam corak dan model pendidikannya.

Sebagai Alumnus MDA Haruniyah, secara pribadi saya (dan mungkin para alumnus yang lainnya) sangat merasakan dampak pendidikan di MDA Haruniyah terhadap pembentukan karakter kami di kemudian hari. Pada masa itu misalkan, hampir sebagian besar murid MDA Haruniyah adalah murid-murid yang juga berprestasi di sekolah formalnya (SD dan SMP). Belakangan hari saya secara pribadi barulah dapat menyadarinya, bahwa pada masa itu kami menggunakan hampir sebagian besar waktu kami untuk belajar (bersekolah dengan berbagai macam kegiatannya).

Atau dalam hal lainnya, ketika itu di Sekolah Dasar kami belum mendapatkan pelajaran Bahasa Inggris, sementara di MDA Haruniyah sejak dini kami sudah akrab mempelajarinya, bahkan sampai didatangkan Native Speaker-nya. Selain Bahasa Inggris, di MDA Haruniyah tentu saja kami juga mempelajari Bahasa Arab serta ilmu-ilmu lainnya seperti Fiqh, Nahwu, Sharaf, Tarikhul Islam, Tawhid/Aqidah Akhlaq, Al-Qur'an, Hadits, Khat, Arab Melayu, Tafsir, dan beberapa yang lainnya.

***

Menempuh pendidikan di MDA Haruniyah adalah bagian dari sejarah perjalanan kehidupan kita, sebagaimana kita dilahirkan dari rahim bunda yang melahirkan kita itu adalah sesuatu yang tak pernah dapat kita elakkan, apakanlah lagi sampai mau menolaknya. Kerana telah menyejarah dalam kehidupan kita, maka baik-buruk maju-mundurnya MDA Haruniyah juga sepatutnya menjadi tanggung-jawab moral kita selaku alumninya.

Setiap kali diminta menuliskan Curriculum Vitae (daftar riwayat hidup) untuk berbagai keperluan (misalkan ketika menjadi pemateri/narasumber suatu pelatihan, training, workshop, diskusi, dialog, ataupun talkshow), selalu tak lupa pada bagian riwayat pendidikan secara berurutan setelah SDN 11 Pontianak Timur pasti saya tuliskan MDA Haruniyah (bahkan lengkap dengan tahun masuk dan tamatnya). Setelahnya barulah secara berurutan saya tuliskan jenjang pendidikan berikutnya yang ditempuh, lengkap dengan nama institusi pendidikan, serta tahun masuk dan tamatnya.

Bukanlah waktu yang sebentar, pendidikan di MDA Haruniyah ditempuh selama 4 (empat) tahun. Bersamaan waktu itu juga kita menempuh pendidikan formal SD dan SMP, yaitu dari pagi hari (pukul 7) hingga siang (pukul 12 tengah hari). Jika SD dan SMP hari sekolahnya dari Senin hingga Sabtu (6 hari), maka MDA Haruniyah hari sekolahnya dari Senin hingga Kamis (4 hari). Belajarnya mulai sekitar pukul 1 atau 2 siang, selesai sekitar pukul 5 petang, diselingi istirahat sekaligus Shalat Ashar sekitar pukul 3 petang.

Dapat dibayangkan murid-murid MDA Haruniyah ketika itu termasuk anak-anak yang padat jadwal belajarnya. Sehari sekitar 8 hingga 9 jam digunakan waktunya untuk belajar di dua sekolah secara bergiliran. Dengan pola dan kepadatan waktu belajar yang seperti itu, dapat dibayangkan pula karakter seperti apa yang secara alamiah terbentuk pada seorang murid MDA Haruniyah. Maka wajarlah pada masa itu ramai orang tua yang tak segan-segan mengamanahkan anaknya untuk dididik di MDA Haruniyah. Yang tentunya dididik oleh ustadz dan ustadzah yang berdedikasi tinggi.

***

Jika boleh kita menyelami cita-cita para tetua Kampong Tambelan pada masa sebelum didirikannya Madrasah Haruniyah, bahwa madrasah ini dibangun untuk mendidik generasi masa depan, dengan ketinggian ilmu pengetahuan, yang bersandar pada kemurnian aqidah dan keluhuran akhlaq. Mengingat pula pada masa-masa sebelumnya sudah pernah ada jenis madrasah serupa di Kampong Tambelan, yang kemudian madrasah tersebut mengalami kemunduran seiring beralihnya zaman.

Dapatlah sedikit kita fahami, bahwa Madrasah Haruniyah tak sedemikian saja mawjud di atas hamparan bumi ini, melainkan ia adalah puncak dari cita-cita para ulama dan tetua Kampong Tambelan demi generasi masa hadapan yang berkualitas. Kerana itu pula, Madrasah Haruniyah adalah warisan yang sepatutnya kita jaga demi keberlangsungan masyarakat kita yang lebih baik lagi ke depannya.

Kenyataan akhir-akhir ini di negeri kampong halaman kita (Negeri Pontianak) sungguh mengharuskan kita berupaya lebih lagi untuk kebaikan generasi mendatang. Setiap kita tentunya berkewajiban moral untuk menyelamatkan generasi di masa hadapan. Jika khazanah kultural dan religius merupakan warisan di masa kini, maka generasi yang berkualitas ke depannya adalah investasi di masa kini. Melalui pendidikan sebagai salah satu jembatan mewujudkan generasi terbaik di masa depan.

Sebagaimana kehidupan manusia secara ‘am-nya yang kiranya tak pernah surut dari berbagai cabaran, tentu begitu pula yang dialami oleh masyarakat kita. Cabaran demi cabaran mendera susul menyusul ganti berganti. Masa berganti masa, zaman beralih zaman. Patah tumbuh, hilang berganti. Dan masyarakat kita terus berusaha berdaya upaya mengukir kehidupan yang lebih gemilang. Generasi terdahulu telah menggoreskan sejarahnya dengan berbagai pencapaiannya. Tinggallah generasi kini yang kadang masih tertatih-tatih memerangkaki zaman yang tak menentu.

***

Disadari atau tidak, pendidikan semacam yang dijalankan di MDA Haruniyah perlu terus ditingkatkan dan disemarakkan. Bukan hanya menjadi pendidikan alternatif, melainkan sebagai salah satu pendidikan yang sangat perlu dijalani oleh anak-anak usia sekolah. Ingin rasanya melihat kembali semangat para orang tua murid yang begitu besar dalam hal menyekolahkan anak-anaknya di MDA Haruniyah sebagaimana masa-masa yang telah berlalu. Tak hanya tingkat Diniyyah Awwaliyah, melainkan diharapkan Haruniyah dapat meneruskan lagi ke tingkat Diniyyah Wustha dan Diniyyah 'Ulya.

Restorasi terhadap MDA Haruniyah tentu dapat diimplementasikan dengan berbagai cara. Begitupun skalanya, serta sisi-sisi lainnya, disesuaikan dengan kondisi terkini dan pencapaian yang ingin dituju. Terpenting dari itu semua, orientasi dari restorasi dimaksud bukanlah orientasi hasil, melainkan orientasi proses. Langkah-langkah pemulihan sepatutnya sistematis. Restorasi bukanlah proses sekali jadi, sim salabim abra kadabra. Pemulihan dalam hal ini adalah proses yang gradual, yaitu berterus-terusan, selangkah demi selangkah, setahap demi setahap. Telah sampai pada kondisi yang diinginkan pun, restorasi tak kemudian tiba-tiba berhenti. Kondisi itu tetap harus dijaga sebaik-baiknya, bahkan harus ditingkatkan lagi.

Para Alumni MDA Haruniyah yang kini telah tersebar di serata tempat dengan berbagai macam tingkat pendidikan dan profesinya yakin takkan tinggal diam akan pengembangan MDA Haruniyah menjadi lebih maju lagi ke depannya. Alumni MDA Haruniyah yang mungkin sudah memiliki anak usia sekolah alangkah lebih baiknya juga tak segan-segan menyekolahkan anaknya di MDA Haruniyah kini, sambil memberikan unjuk saran demi kemajuan MDA Haruniyah.

Selebihnya para Alumni MDA Haruniyah yang telah tersebar di berbagai macam tempat itu tentulah sepatutnya terus memberikan sokongan moril, semangat, bahkan yang lebih daripada itu. Tinggallah kini kita titipkan pengharapan kepada para pemegang kebijakan di Haruniyah, atau fihak-fihak manapun yang masih terus peduli terhadap perkembangan MDA Haruniyah, dari para guru (ustadz dan ustadzah yang pernah mengajar di MDA Haruniyah, ataupun yang kini memang sedang mengajar di MDA Haruniyah), bahkan elemen-elemen masyarakat yang terus berkomitmen memajukan pendidikan di Kota Pontianak.

Jika tingkat pendidikan lainnya yang belakangan hari keberadaannya di bawah naungan Haruniyah kini boleh dikatakan semakin berkembang (TK, SD, SMP, dan SMA), mengapa tidak dengan MDA Haruniyah. Mengingat pula MDA Haruniyah adalah jenis pendidikan yang paling awal mula ada di bawah naungan Haruniyah. Kerana itu sudah sepatutnya MDA Haruniyah juga terus maju ke depannya, bahkan ditingkatkan lagi hingga Diniyyah Wustha dan Diniyyah 'Ulya.

***

Sebelum menutup tulisan ini, saya ingin sedikit mengingat beberapa pelajaran selama belajar di MDA Haruniyah yang kiranya masihlah membekas di ingatan, bahkan kemudian sangat bermanfa'at ketika saya menginjak ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Misalkan hafalan hadits, hafalan dhamir munfashil dalam Bahasa Arab dan ilmu gramatikalnya (Nahwu dan Sharaf), ilmu tajwid, tarikhul islam, fiqh, Arab Melayu, dan beberapa yang lainnya.

Tentu hingga kini kita juga masih ingat hafalan huwa-huma-hum-hiya-huma-hunna-anta-antuma-antum-anti-antuma-antunna-ana-nahnu, lengkap dengan bagannya. Juga kita masih begitu ingat hafalan hadits yang urutan paling awalnya adalah Ash-Shalatu imaduddin, juga selanjutnya ada Thalabul 'ilmi faridhatun, juga ada Uthlubul 'ilma (minal mahdi ilal lahdi, juga walau bish-shin), juga ada innama bu'itstu li-utammima makarima al-akhlaq. Dan tentu masih banyak lagi yang lainnya kalau mau diingat satu persatu.

Sebagai akhir kalam, kiranya untaian kata berikut ini cukuplah menjadi penutup. Yakin Usaha Sampai. Billahi tawfiq wa al-hidayah.

Salam Takzim.



Hanafi Mohan
[Alumnus MDA Haruniyah, Angkatan Masuk Tahun 1989, Lulus Tahun 1993]

# Ciputat, 4 Sya'ban 1440 - 25 Rabi’ul Akhir 1441 Hijriyyah,
bertepatan dengan 10 April - 22 Desember 2019 Miladiyyah #



*** Foto ilustrasi: Masjid Jami' Haruniyah (Credit By Izhar Rifki / Ezak Kacax)



Sabtu, 21 Desember 2019

Shalawat Nabi dan Senandong Melayu


Para orang tua di kampong kami semenjak anak-anaknya masih dalam buaian, sekiranya shalawat Nabi serta senandong Melayu lah yang selalu dilantunkan ke pendengaran anaknya. Semulanya memang berfaedah untuk menghibur dan mendodoikan anaknya. Tapi tak dapat disangkal pula, lantunan-lantunan shalawat dan senandong dimaksud menyelusup jauh ke dalam jiwa sang anak, yang itulah salah satunya yang membentuk karakternya semenjak belia.

Shalawat dan senandong sama-sama berfaedah melembutkan hati sang anak. Orang-orang Melayu yang lembut hatinya kemungkinan semenjak belia memang selalu mendengar shalawat dan senandong. Shalawat sepatutnya dilantunkan perlahan, dengan irama yang menyentuh, begitu pula senandong. Al-Qur’an yang dibaca atau didengarkan dengan penuh penghayatan biasanya tanpa sadar mampu meneteskan air mata orang yang membaca atau mendengarnya, sebegitu juga dengan shalawat dan senandong.

Benang-benang halus jiwa dan selubung qalbu orang Melayu akan mudah tersentuh oleh shalawat dan senandong. Oleh kerananya pula, budi bahasa orang Melayu itu begitu halus, lembut, dan sepatutnya juga berakhlaq mulia.

Di kampong kami, pembacaan shalawat menjadi keseharian masyarakat. Shalawat hidup hampir dalam setiap sisi kehidupan. Juga dalam seni orang Melayu, seperti Dzikir Hadrah dan Jepén (jepin/zapin). Shalawat merupakan suatu bentuk takzim kami kepada Nabi Muhammad Rasulullah Akhir Zaman. Melalui risalah tawhid yang dibawa dan disyi’arkannyalah, kami Bangsa Melayu hingga detik ini masih terus menjulangkan tamaddun.

Sebegitu shalawat, sebegitu pula senandong. Setelah alunan Kalam Ilahi (Al-Qur’an), Shalawat Nabi, dan kumandang Azan, maka tak ada lagi alunan di atas bumi ini yang mampu menyentuh jiwa kami selain daripada Senandong Melayu. Bila shalawat berisi puji-pujian kepada Rasulullah, juga sejarah hidup serta perjuangan beliau. Maka senandong lebih banyak mengandung bait-bait berkenaan perikehidupan orang Melayu. Biasanya berupa untaian-untaian sastera Melayu berbentuk pantun, gurindam, syair, seloka, dan nazham.

Setiap kelahiran anak-anak orang Melayu selalu disambut dengan azan dan iqamah. Tentu ayahanda dari si anak lah yang meng-azan-kan dan meng-iqamah-kannya. Dan saat anak tersebut berusia tiga bulan atau lebih, maka diadakanlah Acara Gunting Rambut dan Aqiqah. Ketika acara dimaksud, biasanya diisi dengan pembacaan Al-Barzanji, juga Syarful Anam dan Dzikir Hadrah, diiringi dengan membunyikan Tar.



Shalawat Badar tentu menjadi lantunan yang begitu sering menyelusup ke pendengaran kami semenjak kecil. Juga Shalawat Tibbil Qulub (Shalawat Syifa) yang dibaca menjelang Azan (Bang) Shalat Maghrib dan Shubuh di surau-surau dan masjid-masjid di kampong kami serta sekitarnya.

Senandong Laela Manja dan Senandong Anakku Sazali biasanya didendangkan ibunda kami ketika mengayun buaian, sehingga kami tertidur lelap. Ayahnda kami juga mendodoikan kami dalam pelukannya dengan lantunan shalawat dan dendang senandong.

Ketika masuk usia bersekolah, kami mulai diajar membaca Al-Qur’an. Biasanya sebelum masuk usia sekolah juga sudah diajarkan huruf hijaiyyah serta mengeja dan membaca Al-Quran Kecil (Juz Amma). Selain disekolahkan di sekolah formal (Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyyah) pada pagi hingga siang hari, kami juga disekolahkan di Madrasah Diniyyah Awwaliyyah pada siang hingga petang hari.

Pada usia ini kami juga mulai mempelajari Syarful Anam dan Dzikir Hadrah beserta Tari Redat-nya. Bagi yang tertarik dengan Jepén, maka pada usia ini pula mulai mempelajarinya. Dari semenjak belia karakter kami memang betul-betul terasah untuk peduli terhadap khazanah Bangsa Melayu ini.

Setiap malam Juma’at, Al-Barzanji dibacakan bersama-sama di surau, langgar, ataupun masjid di kampong kami. Al-Barzanji juga biasanya dibacakan pada acara-acara tertentu seperti menjelang dan setelah acara pernikahan, maulud Nabi Muhammad, khatam Al-Qur’an, berkhitan (bersunat), gunting rambut, dan aqiqah. Pada acara-acara tersebut juga biasanya dibacakan Shalawat Dala’ilu Al-Khayrat, Burdah, Diba’, serta Syarful Anam dan Dzikir Hadrah.

Selebihnya tentu begitu banyak pula khazanah Bangsa Melayu yang kami dengar bahkan pelajari semenjak belia. Dari pantun, syair, gurindam, seloka, nazham, ghazal, dan tentunya senandong dengan berbagai rentak iramanya. Sedemikian kayanya khazanah bangsa kami, seakan-akan tak ada habis tak ada hentinya untuk digali. Terhampar tanggungjawab di hadapan untuk generasi kini dan berkelanjutan untuk generasi masa depan demi menjaga, menjulangkan, serta menggemilangkan khazanah-khazanah tersebut.

Hasbunallah wa ni’ma al-wakil. Laa hawla wa laa quwwata illa billah. [~]



Hanafi Mohan,
Tanah Betawi, Sabtu, 24 Rabi’ul Akhir 1441 Hijriyyah/
bertepatan dengan 21 Desember 2019 Miladiyyah



Sumber gambar ilustrasi: https://www.attaubah-institute.com/ dan https://www.eramuslim.com/