Minggu, 22 Desember 2019

Restorasi Madrasah Kite


Dari sekian banyak kata yang bermiripan atau hampir semakna, kiranya kata "restorasi" (Bahasa Inggris: restoration) yang dalam Bahasa Melayu maknanya adalah memulihkan atau mengembalikan yang akan dipergunakan dalam tulisan singkat ini. Objek dari pembahasan restorasi dimaksud adalah "Madrasah Kite". Dalam hal ini, "madrasah kite" yang dimaksud adalah Madrasah Diniyyah Awwaliyyah Haruniyah (MDA Haruniyah).

Madrasah Kite, yaitu MDA Haruniyah sudah berdiri sejak tahun 1986. Awal mulanya bernama Pondok Pengajian Agama Islam Haruniyah, yang kemudian berubah menjadi bernama Madrasah Diniyyah Awwaliyyah Haruniyah.

Nama "Haruniyah" sendiri diambil dari nama seorang Ulama Pontianak yang cukup masyhur ketika itu, yakni Al-Mukarram Al-Ustadz Harun bin Haji 'Abdurrahman bin Haji 'Abdul Qadir bin Haji 'Abdul Mannan. Beliau (Al-Mukarram Al-Ustadz Harun) sebelumnya pernah menjadi Kepala Madrasah Al-Raudhatul Islamiyah, Kampong Tambelan, Pontianak. Dan kemudian juga pernah menjadi Kepala KUA (Kantor Urusan Agama) Telok Pakedai, Kubu.

MDA Haruniyah tepat terletak di Kampong Tambelan, Pontianak. Didirikan oleh ulama, pemuka, dan masyarakat Kampong Tambelan, di bawah asuhan Al-Mukarram Al-Ustadz Haji Muhammad Yunus Mohan (yang ketika itu belumlah menunaikan ibadah Haji).

Sejak didirikan pada tahun 1986, MDA Haruniyah telah mendidik begitu ramai murid yang berasal dari sekitar Pontianak Timur. Saya sendiri merupakan murid angkatan ke-empat, yaitu Angkatan Masuk tahun 1989. Ketika itu saya baru kelas 2 Sekolah Dasar.

Pada masa itu, MDA Haruniyah dengan berbagai macam kegiatannya sungguhlah menyemarakkan Kampong Tambelan. Para orang tua murid pun begitu bersemangat mendukung segala macam gerak langkah MDA Haruniyah dalam pembelajaran. Ada kebanggaan tersendiri dari para orang tua murid yang dapat menyekolahkan anaknya di MDA Haruniyah, yang belakangan hari semangat semacam ini kemudian semakin surut bersamaan dengan hadirnya berbagai lembaga pendidikan di Pontianak dengan beragam corak dan model pendidikannya.

Sebagai Alumnus MDA Haruniyah, secara pribadi saya (dan mungkin para alumnus yang lainnya) sangat merasakan dampak pendidikan di MDA Haruniyah terhadap pembentukan karakter kami di kemudian hari. Pada masa itu misalkan, hampir sebagian besar murid MDA Haruniyah adalah murid-murid yang juga berprestasi di sekolah formalnya (SD dan SMP). Belakangan hari saya secara pribadi barulah dapat menyadarinya, bahwa pada masa itu kami menggunakan hampir sebagian besar waktu kami untuk belajar (bersekolah dengan berbagai macam kegiatannya).

Atau dalam hal lainnya, ketika itu di Sekolah Dasar kami belum mendapatkan pelajaran Bahasa Inggris, sementara di MDA Haruniyah sejak dini kami sudah akrab mempelajarinya, bahkan sampai didatangkan Native Speaker-nya. Selain Bahasa Inggris, di MDA Haruniyah tentu saja kami juga mempelajari Bahasa Arab serta ilmu-ilmu lainnya seperti Fiqh, Nahwu, Sharaf, Tarikhul Islam, Tawhid/Aqidah Akhlaq, Al-Qur'an, Hadits, Khat, Arab Melayu, Tafsir, dan beberapa yang lainnya.

***

Menempuh pendidikan di MDA Haruniyah adalah bagian dari sejarah perjalanan kehidupan kita, sebagaimana kita dilahirkan dari rahim bunda yang melahirkan kita itu adalah sesuatu yang tak pernah dapat kita elakkan, apakanlah lagi sampai mau menolaknya. Kerana telah menyejarah dalam kehidupan kita, maka baik-buruk maju-mundurnya MDA Haruniyah juga sepatutnya menjadi tanggung-jawab moral kita selaku alumninya.

Setiap kali diminta menuliskan Curriculum Vitae (daftar riwayat hidup) untuk berbagai keperluan (misalkan ketika menjadi pemateri/narasumber suatu pelatihan, training, workshop, diskusi, dialog, ataupun talkshow), selalu tak lupa pada bagian riwayat pendidikan secara berurutan setelah SDN 11 Pontianak Timur pasti saya tuliskan MDA Haruniyah (bahkan lengkap dengan tahun masuk dan tamatnya). Setelahnya barulah secara berurutan saya tuliskan jenjang pendidikan berikutnya yang ditempuh, lengkap dengan nama institusi pendidikan, serta tahun masuk dan tamatnya.

Bukanlah waktu yang sebentar, pendidikan di MDA Haruniyah ditempuh selama 4 (empat) tahun. Bersamaan waktu itu juga kita menempuh pendidikan formal SD dan SMP, yaitu dari pagi hari (pukul 7) hingga siang (pukul 12 tengah hari). Jika SD dan SMP hari sekolahnya dari Senin hingga Sabtu (6 hari), maka MDA Haruniyah hari sekolahnya dari Senin hingga Kamis (4 hari). Belajarnya mulai sekitar pukul 1 atau 2 siang, selesai sekitar pukul 5 petang, diselingi istirahat sekaligus Shalat Ashar sekitar pukul 3 petang.

Dapat dibayangkan murid-murid MDA Haruniyah ketika itu termasuk anak-anak yang padat jadwal belajarnya. Sehari sekitar 8 hingga 9 jam digunakan waktunya untuk belajar di dua sekolah secara bergiliran. Dengan pola dan kepadatan waktu belajar yang seperti itu, dapat dibayangkan pula karakter seperti apa yang secara alamiah terbentuk pada seorang murid MDA Haruniyah. Maka wajarlah pada masa itu ramai orang tua yang tak segan-segan mengamanahkan anaknya untuk dididik di MDA Haruniyah. Yang tentunya dididik oleh ustadz dan ustadzah yang berdedikasi tinggi.

***

Jika boleh kita menyelami cita-cita para tetua Kampong Tambelan pada masa sebelum didirikannya Madrasah Haruniyah, bahwa madrasah ini dibangun untuk mendidik generasi masa depan, dengan ketinggian ilmu pengetahuan, yang bersandar pada kemurnian aqidah dan keluhuran akhlaq. Mengingat pula pada masa-masa sebelumnya sudah pernah ada jenis madrasah serupa di Kampong Tambelan, yang kemudian madrasah tersebut mengalami kemunduran seiring beralihnya zaman.

Dapatlah sedikit kita fahami, bahwa Madrasah Haruniyah tak sedemikian saja mawjud di atas hamparan bumi ini, melainkan ia adalah puncak dari cita-cita para ulama dan tetua Kampong Tambelan demi generasi masa hadapan yang berkualitas. Kerana itu pula, Madrasah Haruniyah adalah warisan yang sepatutnya kita jaga demi keberlangsungan masyarakat kita yang lebih baik lagi ke depannya.

Kenyataan akhir-akhir ini di negeri kampong halaman kita (Negeri Pontianak) sungguh mengharuskan kita berupaya lebih lagi untuk kebaikan generasi mendatang. Setiap kita tentunya berkewajiban moral untuk menyelamatkan generasi di masa hadapan. Jika khazanah kultural dan religius merupakan warisan di masa kini, maka generasi yang berkualitas ke depannya adalah investasi di masa kini. Melalui pendidikan sebagai salah satu jembatan mewujudkan generasi terbaik di masa depan.

Sebagaimana kehidupan manusia secara ‘am-nya yang kiranya tak pernah surut dari berbagai cabaran, tentu begitu pula yang dialami oleh masyarakat kita. Cabaran demi cabaran mendera susul menyusul ganti berganti. Masa berganti masa, zaman beralih zaman. Patah tumbuh, hilang berganti. Dan masyarakat kita terus berusaha berdaya upaya mengukir kehidupan yang lebih gemilang. Generasi terdahulu telah menggoreskan sejarahnya dengan berbagai pencapaiannya. Tinggallah generasi kini yang kadang masih tertatih-tatih memerangkaki zaman yang tak menentu.

***

Disadari atau tidak, pendidikan semacam yang dijalankan di MDA Haruniyah perlu terus ditingkatkan dan disemarakkan. Bukan hanya menjadi pendidikan alternatif, melainkan sebagai salah satu pendidikan yang sangat perlu dijalani oleh anak-anak usia sekolah. Ingin rasanya melihat kembali semangat para orang tua murid yang begitu besar dalam hal menyekolahkan anak-anaknya di MDA Haruniyah sebagaimana masa-masa yang telah berlalu. Tak hanya tingkat Diniyyah Awwaliyah, melainkan diharapkan Haruniyah dapat meneruskan lagi ke tingkat Diniyyah Wustha dan Diniyyah 'Ulya.

Restorasi terhadap MDA Haruniyah tentu dapat diimplementasikan dengan berbagai cara. Begitupun skalanya, serta sisi-sisi lainnya, disesuaikan dengan kondisi terkini dan pencapaian yang ingin dituju. Terpenting dari itu semua, orientasi dari restorasi dimaksud bukanlah orientasi hasil, melainkan orientasi proses. Langkah-langkah pemulihan sepatutnya sistematis. Restorasi bukanlah proses sekali jadi, sim salabim abra kadabra. Pemulihan dalam hal ini adalah proses yang gradual, yaitu berterus-terusan, selangkah demi selangkah, setahap demi setahap. Telah sampai pada kondisi yang diinginkan pun, restorasi tak kemudian tiba-tiba berhenti. Kondisi itu tetap harus dijaga sebaik-baiknya, bahkan harus ditingkatkan lagi.

Para Alumni MDA Haruniyah yang kini telah tersebar di serata tempat dengan berbagai macam tingkat pendidikan dan profesinya yakin takkan tinggal diam akan pengembangan MDA Haruniyah menjadi lebih maju lagi ke depannya. Alumni MDA Haruniyah yang mungkin sudah memiliki anak usia sekolah alangkah lebih baiknya juga tak segan-segan menyekolahkan anaknya di MDA Haruniyah kini, sambil memberikan unjuk saran demi kemajuan MDA Haruniyah.

Selebihnya para Alumni MDA Haruniyah yang telah tersebar di berbagai macam tempat itu tentulah sepatutnya terus memberikan sokongan moril, semangat, bahkan yang lebih daripada itu. Tinggallah kini kita titipkan pengharapan kepada para pemegang kebijakan di Haruniyah, atau fihak-fihak manapun yang masih terus peduli terhadap perkembangan MDA Haruniyah, dari para guru (ustadz dan ustadzah yang pernah mengajar di MDA Haruniyah, ataupun yang kini memang sedang mengajar di MDA Haruniyah), bahkan elemen-elemen masyarakat yang terus berkomitmen memajukan pendidikan di Kota Pontianak.

Jika tingkat pendidikan lainnya yang belakangan hari keberadaannya di bawah naungan Haruniyah kini boleh dikatakan semakin berkembang (TK, SD, SMP, dan SMA), mengapa tidak dengan MDA Haruniyah. Mengingat pula MDA Haruniyah adalah jenis pendidikan yang paling awal mula ada di bawah naungan Haruniyah. Kerana itu sudah sepatutnya MDA Haruniyah juga terus maju ke depannya, bahkan ditingkatkan lagi hingga Diniyyah Wustha dan Diniyyah 'Ulya.

***

Sebelum menutup tulisan ini, saya ingin sedikit mengingat beberapa pelajaran selama belajar di MDA Haruniyah yang kiranya masihlah membekas di ingatan, bahkan kemudian sangat bermanfa'at ketika saya menginjak ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Misalkan hafalan hadits, hafalan dhamir munfashil dalam Bahasa Arab dan ilmu gramatikalnya (Nahwu dan Sharaf), ilmu tajwid, tarikhul islam, fiqh, Arab Melayu, dan beberapa yang lainnya.

Tentu hingga kini kita juga masih ingat hafalan huwa-huma-hum-hiya-huma-hunna-anta-antuma-antum-anti-antuma-antunna-ana-nahnu, lengkap dengan bagannya. Juga kita masih begitu ingat hafalan hadits yang urutan paling awalnya adalah Ash-Shalatu imaduddin, juga selanjutnya ada Thalabul 'ilmi faridhatun, juga ada Uthlubul 'ilma (minal mahdi ilal lahdi, juga walau bish-shin), juga ada innama bu'itstu li-utammima makarima al-akhlaq. Dan tentu masih banyak lagi yang lainnya kalau mau diingat satu persatu.

Sebagai akhir kalam, kiranya untaian kata berikut ini cukuplah menjadi penutup. Yakin Usaha Sampai. Billahi tawfiq wa al-hidayah.

Salam Takzim.



Hanafi Mohan
[Alumnus MDA Haruniyah, Angkatan Masuk Tahun 1989, Lulus Tahun 1993]

# Ciputat, 4 Sya'ban 1440 - 25 Rabi’ul Akhir 1441 Hijriyyah,
bertepatan dengan 10 April - 22 Desember 2019 Miladiyyah #



*** Foto ilustrasi: Masjid Jami' Haruniyah (Credit By Izhar Rifki / Ezak Kacax)



0 ulasan:

Posting Komentar