Masyarakat madani (civil society) merupakan salah satu unsur penting penopang tegaknya demokrasi. Dua di antaranya yaitu negara hukum (rechtsstaat atau the rule of law) dan aliansi kelompok strategis. Perwujudan masyarakat madani secara kongkrit dilakukan oleh berbagai organisasi-organisasi di luar negara (non government organization/NGO) atau lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Konsep rechtsstaat mempunyai ciri-ciri: adanya perlindungan terhadap HAM, adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan pada lembaga negara untuk menjamin perlindungan HAM, pemerintahan berdasarkan peraturan, adanya peradilan administrasi. Sedangkan the rule of law dicirikan oleh adanya supremasi aturan-aturan hukum, kesamaan kedudukan di depan hukum (equality before the law), dan jaminan perlindungan HAM.
Aliansi kelompok strategis terdiri dari partai politik (political party), kelompok gerakan (movement group), dan kelompok penekan atau kelompok kepentingan (pressure/interest group).
Kelompok gerakan misalkan organisasi masyarakat seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Persatuan Islam (Persis), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI), dan organisasi masyarakat (ormas) lainnya.
Kelompok penekan atau kelompok kepentingan misalkan organisasi profesionalitas seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Ikatan Pengusaha Muda Indonesia (IPMI), Asosiasi Ilmuwan Politik Indonesia (AIPI), dan sebagainya. Termasuk juga dalam kelompok penekan atau kelompok kepentingan ini yaitu pers yang bebas dan bertanggung jawab, kalangan cendekiawan, serta sivitas akademika kampus, yang merupakan kelompok penekan yang signifikan untuk mewujudkan sistem demokratis dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan.
Bersama kelompok politik, kedua kelompok dua terakhir (kelompok gerakan dan kelompok penekan/kepentingan) ini dapat saling bekerjasama dengan kelompok lainnya untuk melakukan oposisi terhadap pemerintah.
Akhir-akhir ini tentunya kita menyaksikan betapa ketiga unsur penting penopang tegaknya demokrasi ini (negara hukum, masyarakat madani, dan aliansi kelompok strategis) menjadi harapan masyarakat ketika pemerintahan diindikasikan menjadi cenderung otoriter dan kekuasaan diindikasikan menjadi cenderung corrupt. Ditambah lagi betapa besarnya koalisi partai pendukung pemerintah, sehingga kalaupun ada partai yang beroposisi terhadap pemerintah, maka jumlahnya tak terlalu signifikan untuk mengontrol dan mengkritisi kinerja pemerintah serta mengimbangi berbagai kebijakan pemerintah melalui parlemen.
Demi terciptanya penguatan masyarakat madani, selain terdapatnya berbagai LSM, kini penguatan tersebut semakin lebih cepat dan massal melalui media internet. Melalui situs jejaring sosial semacam Facebook ataupun Twitter misalkan, penyebaran informasi, pembentukan opini, dan dukungan terhadap suatu kasus misalkan akan semakin mudah. Dan ini adalah kekuatan yang begitu besar yang tak bisa dianggap remeh oleh pihak penguasa. Selain melalui situs jejaring sosial, sebelumnya juga telah didahului dengan media blog sebagai salah satu media penyebar informasi yang kemudian dikenal sebagai citizen journalism.
Setelah sebelumnya kasus Prita Mulyasari, rasa keadilan masyarakat akhir-akhir ini juga kembali terusik, yaitu pada penahanan Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah yang tak lain adalah dua orang pimpinan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) non aktif. Alasan yang diajukan pihak kepolisian memang tak beralasan dan cenderung dibuat-buat dan dipaksakan. Padahal dua orang pimpinan KPK non aktif itu telah bekerjasama dengan baik kepada pihak kepolisian. Yang pasti, kita secara umum sudah mengetahui hal ini dari pemberitaan media massa.
Mendapati ketidakadilan dan kezaliman seperti ini dari pihak penguasa, apakah kemudian publik (masyarakat) berdiam diri saja? Tentu tidak. Masyarakat beramai-ramai mengungkapkan pendapatnya dan menunjukkan perasaannya melalui berbagai media, dari media konvensional semacam demonstrasi dan unjuk rasa, hingga media elektronik semacam jejaring sosial di internet seperti Facebook dan Twitter. Lantas ke mana dan di manakah wakil rakyat kita yang bertahta di DPR/MPR?
Ternyata para wakil rakyat kita tidak cukup tanggap terhadap permasalahan yang sedang gonjang-ganjing di masyarakat ini. Dan memang sudh menjadi rahasia umum bahwa masyarakat sudah lama tidak percaya dengan para wakil rakyat. Akhirnya jadilah jejaring sosial semacam Facebook dan Twitter, dan media di internet lainnya seperti Blog menjadi tempat berkeluh-kesah dan mengungkapkan mengenai permasalahan negeri ini.
Sungguh fantastis, hanya dalam hitungan hari, dukungan masyarakat terhadap dua pimpinan KPK non aktif agar ditangguhkan penahanannya (serta juga dibebaskan) melonjak tajam dan mengalir deras. Dan tak dapat dipungkiri juga peran media massa yang memblow-up habis-habisan mengenai kasus ini.
Seharusnya dengan hal ini, para pemimpin negeri ini (termasuk juga para pejabat pemerintahan dan anggota DPR/MPR) semakin tersadarkan, bahwa betapa masyarakat sudah kehilangan kepercayaan terhadap mereka. Jangan anggap rakyat ini bodoh, dan jangan anggap pula rakyat negeri ini berdiam diri saja melihat berbagai kejanggalan, ketidakadilan, dan kezaliman. Rakyat sudah muak dengan semua yang terjadi itu.
Ada empat pilar demokrasi, yaitu yudikatif, eksekutif, legislatif, dan pers. Tiga pilar pertama sudah mengalami delegitimasi hasil kolaborasi dengan pengusaha hitam. Tinggal pers dan MK (Mahkamah Konstitusi) yang masih bisa diharapkan sebagai tumpuan rakyat menuntut keadilan dan menegakkan kebenaran. Sekarang ditambah lagi dengan Parlemen Online alias FB (Facebook) yang tidak mungkin berselingkuh dengan pengusaha hitam, karena forum ini lebih mencerminkan keadilan substantif, bukan prosedural semata.
Hai para pemimpin dan penguasa, sadarlah bahwa kalian dipilih oleh rakyat. Kini saatnya anda menunjukkan kepada rakyat bahwa kalian memang pantas menjadi pemimpin negeri ini. Kalian boleh berkoalisi membohongi rakyat, tapi rakyat mempunyai bahasanya sendiri. Boleh tak ada partai yang beroposisi dan mengontrol terhadap segala macam kebijakan para pemimpin negeri ini, tapi ingatlah bahwa masih ada oposisi dan kontrol dari rakyat negeri ini terhadap para pemimpinnya. Dan ingatlah, kekuatan oposisi rakyat ini sangat besar. Bahkan tiga orang presiden Indonesia telah diturunkan dari tahtanya secara tidak hormat oleh kekuatan oposisi rakyat.
Milan Kundera pernah menyebutkan dalam salah satu tulisannya: "Pergulatan manusia melawan kekuasaan adalah pergulatan ingatan melawan lupa." Karena itu, janganlah lupakan sejarah. [Hanafi Mohan-Ciputat, Kamis-Jum'at, 5-6 November 2009]
Bahan bacaan:
Pendidikan Kewargaan (Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, Penyunting: A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Penulis: A. Ubaedillah, dkk, Penerbit: Indonesian Center for Civic Education (ICCE) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bekerjasama dengan The Asia Foundation, Cet. Pertama, 2000, Ed. Revisi-I, 2003, Ed. Revisi-II, 2006.
Sumber gambar: http://www.infed.org/
http://hanafimohan.blogspot.com/
Sabtu, 07 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 ulasan:
Posting Komentar